Event

Giliran Gunung Kidul Tuan Rumah Festival Bregada Rakyat DIY 2018

Giliran Gunung Kidul Tuan Rumah Festival Bregada Rakyat DIY 2018

Giliran Gunung Kidul Tuan Rumah Festival Bregada Rakyat DIY 2018

Impessa.id, Yogyakarta: Festival Bregada Rakyat yang mempertemukan komunitas seni keprajuritan rakyat Daerah Istimewa Yogyakarta 2018, berlangsung Minggu, 4 November 2018, di Wonosari, Gunung Kidul, setelah tahun-tahun sebelumnya secara bergilir dihelat di Kota Yogyakarta, Sleman, Bantul dan Kulonprogo.

Ketua Panitia Widihasto Wasana Putra mengatakan bahwa Festival Bregada Rakyat 2018 yang difasilitasi Dinas Kebudayaan DIY diikuti 18 komunitas Bregada Rakyat dari masing-masing kecamatan se Gunung Kidul. Sejauh ini Bregada Rakyat Gunung Kidul jumlahnya relatif lebih sedikit dibandingkan dengan kabupaten lain, sehingga Festival Bregada Rakyat tersebut diharapkan dapat menggairahkan semangat para pelaku seni keprajuritan rakyat di Kabupaten Gunung Kidul.

Festival Bregada Rakyat yang diikuti 18 Kecamatan se Kabupaten Gunung Kidul tersebut, mengambil lokasi Start dari Pendapa Bangsal Sewokoprojo, Jalan Brigjen Katamso menuju Jalan Sumarwi, Jalan Ksatriyan, Jalan Taman Bhakti, Jalan Satria, dan kembali masuk ke jalan Brigjen Katamso dan Finish di Bangsal Sewokoprojo. Jarak tempuh sekitar dua kilometer.

Ke-18 Peserta yang tampil masing-masing, Giri Manggolo (dari Girisubo), Darma Agung (Purwosari), Hargo Manunggal (Gedangsari), Jayeng Sudiro (Panggang), Guntur Rumekso (Rongkop), Klono Sewandono (Patuk), Pasopati (Semin), Jaga Wana (Ngawen), Wiro Manggolo (Saptosari), Yudo Manggolo (Tanjungsari), Sureng Pati (Paliyan), Jogoboyo (Tepus), Bekel Wongso Dikromo (Nglipar), Joyo Laksono (Ponjong), Wira Sanjaya (Karangmojo), Kyai Djong Katong (Semanu), Wiro Joyo (Playen) dan Puspo Wilogo (Wonosari), dengan total penampil 1.000 orang.

Menurut Widihasto Wasana Putra, seni keprajuritan Bregada Rakyat memiliki kontribusi dalam pembangunan kebudayaan. Pertama sebagai ajang mempererat kekompakan dan kebersamaan (golong gilig) diantara warga masyarakat. Proses rekruiting anggota, pembuatan kreasi kostum, penciptaan tata musik bregada dan proses latihan menjadi momen-momen penting dalam merawat kohesivitas sosial warga.

Kedua menjadi duta seni budaya dan pariwisata dari masing-masing wilayah. Seringkali bregada rakyat diminta tampil di luar daerah bahkan luar kota. Sejumlah event internasionalpun beberapa kali mengundang partisipasi bregada rakyat. Hal ini kiranya jadi kesempatan melakukan promosi daerah. Ketiga keberadaannya turut menggerakkan perekonomian pengrajin busana adat dan alat musik seperti batik, blangkon, lurik, surjan, lontong, kamus, celana panji serta asesoris bregada seperti keris, pedang, tombak, panah, senapan, suling, tambur dan lainnya.

Panitia membebaskan tiap Bregada Rakyat untuk mengkreasikan tata busana dan iringan musik sesuai kharakter budaya masyarakat setempat. Sebagai contoh karena di Gunungkidul dominasinya kultur pertanian maka dimungkinkan bregada tidak harus mengenakan topi Mancungan atau Blangkon melainkan bisa saja Caping. Tidak membawa Tombak namun memanggul alat pertanian Pacul. Asesoris busanapun dapat dikombinasikan dengan kreasi olahan daun tanaman yang tumbuh disekitar. Dalam hal ini Panitia melarang penggunaan semua bentuk dan jenis berbagai atribut yang bermuatan politik. (Has/Tok)