AGUS WICAK Gelar Pameran Tunggal BIODIVERSITY AND MIND, Di Pendhapa Art Space Yogyakarta, 19 Juli Hingga 1 Agustus 2025
AGUS WICAK Gelar Pameran Tunggal BIODIVERSITY AND MIND, Di Pendhapa Art Space Yogyakarta, 19 Juli Hingga 1 Agustus 2025
Impessa.id, Yogyakarta: Pameran tunggal dengan tajuk “Biodiversity and mind #2” adalah pameran tunggal lukisan Agus Wicak yang ke dua di Pendhapa Art Space Yogyakarta saat ini. Agus Wicak adalah pelukis Magetan yang lahir di kota Nganjuk pada tahun 1974, belajar seni rupa di kampus IKIP Malang tahun 1994 dan lulus pada tahun 1999.
Heri Kris, perupa alumni ISI Yogyakarta selaku kurator pameran dalam tulisan kuratorialnya menyebutkan bahwa, “Biodiversity and Mind” atau bisa disebut dengan biodiversitas dan pikiran, dua kata yang saling berhubungan erat karena sebuah keanekaragaman hayati sangat berhubungan erat dengan kesehatan mental manusia.
“Penelitian menunjukkan bahwa lingkungan dengan keanekaragaman hayati yang tinggi dapat memberikan manfaat positif bagi kesehatan mental. Namun jika lingkungan dengan kerusakan biodiversitas dapat memberi dampak negatif termasuk pada manusia termasuk pikiran. Dari pemikiran tersebut Agus Wicak mengambil spirit pada tema-tema karyanya dan kemudian mengembangkannya dalam lukisan dengan gaya dekoratif yang modern dan kontemporer,” jelas Heri Kris.
“Karya Agus Wicak menurut saya memiliki keunikan Teknik dan imajinasi yang secara personal memunculkan sebuah karakter yang kuat. Pada awalnya seni dekoratif di Indonesia banyak digunakan pada karya seni tradisional seperti wayang dan ornamen-ornamen tertentu pada benda tradisi sampai modern,” ujarnya.
“Seperti pada gambar gunungan wayang sangat nampak jelas bagaimana simbol-simbol digambar dan dipadu dengan ornamen yang tersusun secara deformatif membentuk image tertentu. Seni dekoratif juga banyak terdapat di Bali bagaimana para pengrajin membuat lukisan tradisi secara dekoratif, juga pada wayang beber klasik Bali memiliki teknik dekoratif yang tinggi dengan narasi cerita sejarah yang memunculkan tokoh tertentu. Karya klasik wayang beber yang cukup tua juga terdapat di kota Pacitan Jawa Timur dan Kabupaten Gunung Kidul Yogyakarta,” ungkap Heri Kris.
Dikatakan, Wayang Beber diyakini menirukan gambar-gambar pada relief beberapa candi di Indonesia pada masa kerajaan Brawijaya. Seni ornamen dan dekoratif juga muncul di dalam perkembangan seni rupa barat pada masa akhir abad ke 19 dan awal abad ke 20. Hal tersebut muncul setelah Ekspresionisme berakhir di Eropa dengan tokohnya Edward Munch (1863-1944) dari Norwegia dan James Ensor (1860-1949) dari Belgia. Akhir dari ekspresionisme di barat tersebut kemudian muncul aliran Art Nouveau yang bermula di Inggris dengan tokohnya adalah: William Moris (1834-1896), Dante Gabriel Rosseti (1828-1882) dan juga lainnya.
Menurut Heri Kris, pada masa kini dimana banyak perupa berkarya menggunakan motif-motif garis lengkung dan digarap secara dekoratif. Bentuk dan garis-garis lengkung tersebut terinspirasi dari alam seperti pada tanaman dan bunga-bunga. Art Nouveau tersebut pada akhirnya tidak hanya berkembang pada lukisan saja tapi juga mempengaruhi arsitektur, furnitur dan keramik.
“Dalam lukisan Agus Wicak juga banyak menggarap bentuk-bentuk binatang dan tumbuhan dengan memadukan motif-motif dan garis lengkung yang hamper menyerupai bentuk alam seperti pohon, sangkar burung, awan, gunung dan sebagainya. Hampir tidak terdapat sebuah perspektif secara realistik namun seluruh objek disusun secara vertikal. Objek lukisan digarap dengan memisahkan bidang-bidang objek dengan outline ataupun sketsa kemudian dirampungkan dengan pewarnaan. Agus termasuk salah satu pelukis dengan proses berkarya secara “mind scape” atau berkarya tentang alam pikirannya di dalam studio tanpa melihat objek nyata, walaupun dalam karyanya seolah olah seperti kehidupan flora dan fauna,” imbuhnya lebih lanjut.
Agus Wicak sangat concern dengan kelestarian biodiversitas dimana kehidupan alam semesta harus seimbang, bermoral dan teratur secara alami. Banyak sekali kejahatan manusia terhadap kelestarian biodeversitas yang mana sering menjadikan hal tersebut sebagai arena bisnis untuk meraup keuntungan sepihak. Banyak perburuan liar terhadap binatang langka yang dilindungi oleh negara yang dilakukan penduduk lokal. Banyak pembabatan hutan yang merusak ekosistem yang justru sering melibatkan aparatur negara. Pada akhirnya kerusakan biodiversitas yang berdampak pada manusia terjadi terus menerus. Butuh waktu yang sangat lama untuk mengembalikan seperti semula sebab hutan yang usianya ratusan tahun tidak akan mungkin kembali seperti semula dalam jangka waktu yang pendek. Betapa jahatnya para manusia rakus tersebut melakukan segala tindakannya termasuk yang memberi ijin atas perusakan hutan.
Dalam karya Agus Wicak sebenarnya banyak menyisipkan pesan moral lewat simbol objek yang ditampilkan seperti dalam lukisan yang berjudul “Greedy omnivore #2”200X150cm, akrilik pada kanvas, 2024. Sesosok gurita imajier bergigi tajam sedang memangsa apa saja yang ada di sekitarnya. Omnivore atau pemakan segala sebenarnya lebih mengarah pada simbol sosok manusia yang mampu berfikir dan memutuskan untuk memangsa apa saja tanpa menimbang sisi etik dan moral. Dalam lukisan tersebut menampilkan beberapa binatang imajiner dan alam semesta serta jarum jam penunjuk waktu. Lukisan tersebut berwarna campuran kecoklatan dan digarap dengan detail yang cukup sempurna.
Lukisan lainnya yg cukup unik dengan judul “Hidden treasure” 150X100cm, akrilik pada kanvas, 2024, menceritakan tentang hewan-hewan langka yang nilainya tidak terbatas. Dalam lukisan tersebut juga menggambarkan tentang adegan dimana banyak binatang seperti badak bercula satu, ikan purba yang karakternya langka, burung-burung berbulu indah dan lainnya sedang menjaga harta karun tersembunyi dalam peti kuno. Kehilangan hewan-hewan langka ibarat kehilangan harta karun yang value atau nilainya tak terhingga dan sulit digantikan. Lukisan dekoratif tersebut dikomposisikan dengan warna yang apik.
Ada sebuah tema yang sedang happening terdapat pada lukisannya yang berjudul “Human war pollution” 115X150cm, akrilik pada kanvas, 2024. Sebuah kejadian perang antar manusia yang tidak berhenti hingga saat ini, terjadi di negara-negara konflik seperti di Rusia, Afganistan, Pakistan, Palestina, Irak, Israel dan negara lainnya. Agus melihat hal tersebut berdampak serius terhadap biodiversitas dan sangat memberi perubahan drastis pada eksistensi manusia baik personal maupun komunal. Ada senjata kimia yang sangat memberi impact pada genetika hewan, manusia dan meracuni jenis hayati lainnya. Dalam lukisan tersebut menggambarkan sesosok serangga dengan menggunakan masker oksigen diantara binatang lainnya, dan disekitarnya terdapat bom yang siap meledak sebagai simbol kekerasan perang. Terkadang manusia dianggap makhluk hidup yang paling kreatif dalam menghancurkan lingkungan.
Karya yang cukup menyentuh nurani nampak dalam lukisan yang berjudul “The Guardian’s mother” 150X150cm, akrilik pada kanvas, 2024. Lukisan yang menceritakan seekor induk burung yang sangat setia dan tabah dalam melindungi dan membesarkan keturunannya dari para pemangsa. Seekor burung besar yang mirip merak sedang mengerami telornya di sebuah sangkar dan dikelilingi binatang lainnya. Sebagai makhluk hayati tentunya naluri mereka terus berharap untuk mengembangkan keturunannya hingga berjumlah banyak dalam sebuah koloni.
Lukisan Agus Wicak yang menggambarkan sebuah kejahatan manusia terhadap hewan yaitu pada karya yang berjudul “Broken wings” 200X100cm, akrilik pada kanvas, 2025. Broken wings atau sayap-sayap patah adalah ilustrasi dimana kekejaman manusia dalam berburu segala macam burung yang mengakibatkan kematian induk maupun anak-anak yang masih di dalam sangkar. Burung-burung pada kehidupan di Indonesia banyak diburu dan dikonsumsi maupun diperjual belikan untuk kepentingan manusia. Ada beberapa negara maju yang sudah memiliki kesadaran hayati dalam menjaga biodiversitas dengan membuat system aturan dan hukuman bagi pihak-pihak yang menangkap dan merusak keberadaan binatang-binatang yang dilindungi negara. Australia dan Belanda memiliki peraturan seperti diatas sudah lama sehingga para penduduk tidak bisa semena-mena menangkap unggas yang berkeliaran dilingkungan mereka, sehingga biodiversitas sangat terjaga dan lestari.
Ada karya yang cukup imajiner temanya dengan judul “The universe celebrate” 200X100cm, akrilik pada kanvas, 2025. Sebuah lukisan yang menggambarkan tentang sekumpulan binatang yang beraneka ragam sedang berpesta merayakan penemuan harta karun yang nilainya tidak terhingga. Imajinasi Agus dalam menggambarkan sebuah suasana kegembiraan para binatang tersebut sungguh unik sebab sejatinya harta karun hanya bisa dimanfaatkan untuk kekayaan manusia bukan binatang yang tidak paham sebuah sistem nilai kebendaan. Sebuah lukisan dengan warna dominan coklat dan ungu ini menambah suasana haru di dalam sebuah suka cita.
Karya yang juga unik dan imajiner terdapat pada lukisannya yang berjudul “Odyssey” 200X150cm, akrilik pada kanvas, 2024. Ada objek semacam pura dan mirip candi yang kecil sebagai point of interest dalam lukisan tersebut dan dikelilingi figure binatang-binatang imajiner. Odyssey merupakan sebuah istilah yang berasal dari Yunani, yaitu sebuah puisi tentang perjalanan pulang raja Odysseus setelah perang Troya yang sangat legendaris. Namun dalam lukisan ini Agus ingin menggambarkan tentang sekelompok hayati yang dalam pengembaraannya menembus ruang dan waktu dan mendapatkan sebuah kebebasan. Jika dilihat dari sisi ide karya ini cukup surrealistik dan imajiner.
Karya lain yang juga menarik dengan judul “Song of freedom” 200X100cm, akrilik pada kanvas, 2025. Lukisan tersebut menggambarkan tentang beberapa kelompok burung yang berusaha untuk melepaskan diri dari jeratan jaring para pemburu liar. Suara burung-burung yang berkicau menyuarakan nyanyian dengan nada yang mirip jeritan untuk lepas dan bebas ke alam raya yang sesuai dengan habitat mereka. Sebuah lukisan vertikal dengan warna dominan kebiruan nampak beberapa jenis burung terjerat jaring dan ada beberapa yang berusaha melepaskan diri dan terbang. Menurut Agus kebebasan merupakan hal yang membahagiakan bagi seluruh binatang terutama burung yang biasa hidup di alam liar.
Dalam seni rupa kontemporer Indonesia sekarang cukup banyak gaya, material dan juga tema yang mengisi karya-karya perupa. Agus Wicak salah satu yang mengusung gaya dekoratif yang dipadu dengan isu lingkungan dalam wacana seni modern maupun kontemporer. Semoga pameran dengan tajuk “Biodiversity and mind” akan membawa seni lukis Indonesia lebih berwarna dan menjadikan Agus Wicak semakin bertambah spirit berkeseniannya. Selamat berpameran semoga sukses.
Dalam kesempatan itu, Gunadi, pecnta seni dari Jakarta yang didaulat secara resmi membuka pameran lukisan tunggal Agus Wicak ketika ditemui Impessa.id menuturkan, di tengah dinamika zaman yang terus bergerak cepat, seni rupa hadir bukan sekadar pelipur lara atau hiasan dinding semata. Lebih dari itu, seni rupa adalah penjaga ingatan kolektif bangsa, cermin identitas budaya, dan sekaligus benteng pertahanan lunak (soft power) bangsa Indonesia.
“Ketika para pelukis menciptakan karya, sesungguhnya mereka sedang merekam sejarah, menyuarakan kritik sosial, membentuk kesadaran, dan merangkai identitas bangsa dengan cara yang tak bisa digantikan oleh pidato politik atau undang-undang. Seni rupa adalah bahasa universal, lewat bahasa ini, Indonesia bisa bicara dengan dunia, tentang siapa kita, apa nilai kita, dan seperti apa wajah kemanusiaan yang ingin kita bawa ke masa depan. Oleh karena itu, partisipasi para Seniman, para pelukis khususnya, adalah kontribusi nyata terhadap kekayaan nasional, sekaligus peran strategis dalam menjaga keutuhan dan martabat bangsa di tengah arus globalisasi yang kadang menyamarkan jati diri. Saya mengajak semua pelukis dan seniman untuk terus berkarya, karena setiap goresan kuas Anda adalah bagian dari mozaik besar bangsa Indonesia," jelas Gunadi.
Menurut Gunadi, sudah saatnya seni rupa kita tidak hanya menjadi tuan rumah di negeri sendiri, tetapi juga menjadi bagian penting dari panggung seni dunia. Bukan hanya hadir, tetapi juga memberikan warna, pengaruh, dan inspirasi di kancah internasional. “Mari terus setia dalam berkarya, menciptakan, mengeksplorasi, dan membawa nama Indonesia melalui karya-karya yang tak lekang oleh waktu. Semoga pameran ini membuat komunitas seni semakin guyup, dan pameran ini menjadi percikan semangat baru bagi dunia seni rupa Indonesia,” tutupnya. (Feature of Impessa.id by Heri Kris-Antok Wesman)