Seniman Jogja Mengabadikan Pahlawan Nasional Pakualam Ke-8 Kedalam Lukisan
Impessa.id, Yogyakarta: Pameran Lukisan bertajuk KGPAA Pakualam VIII Dalam Visi Seniman Yogyakarta, berlangsung di Galeri Kopi MacanJalan B ugisan Selatan Nomor 9B, Tegal Senggotal, Tirtonirmolo, Yogyakarta, pada 2-17 Desember 2023, memajang puluan karya dari 38 perupa.
Yusman, Seniman patung, selaku tuan rumah pameran kepada Impessa.id menuturkan, ”Saya mengucapkan puji syukur ke hadirat Allah SWT berkat rahmat dan karunia NYA, kita bisa berkumpul pada saat yang bahagia ini. Saya tidak menyangka samasekali karena saya banyak diluar. Jadi temen-temen yang pernah menyelenggarakan OTS -On The Spot, melukis bersama di halaman Benteng Vredeburg pada 10 November 2022, bertepatan dengan perolehan gelar Pahlawan Nasional untuk Paku Alam Ke-8. Suatu hal yang luar biasa. Bersamaan dengan itu pula di tahun 2023, Yusman memperoleh Anugerah Budaya dari Sultan Hamengku Buwono Ke-10. Untuk itu saya berterima kasih kepada Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta.”
Lebuih lanjut Yusman mengatakan, “Di Jogja ini yang dipandang adalah karya, bukan orang datangnya dari mana. Sebagaimana dikatakan oleh wakil dari keluarga PA 8, kalau anda sudah tinggal di Jogja, sudah ada di Jogja, mari kita majukan Jogja. Jadi Jogja yang istimewa ioni harus kita majukan bersama.lewat karya. Bagi Seniman itu karyanya lah yang bicara, Karya itu yang dapat menentukan, bahwa dirinya itu seniman atau bukan. Karyanya lah yang akan bicara.
Iriani Pramastuti, isteri Kanjeng Pangeran Haryo Wijayakusuma, putra bungsu (ke-16) KGPAA Paku Alam 8, disela-sela pameran ketika ditemui Impessa.id mengungkapkan bahwa, “Pameran lukisan ini refleksi jiwa dan semangat Pakku Alam 8 karena sudah diberikan gelar Pahlawan Nasional, seharusnya menjadikan cerminan bagi generasi millenial atau generasi Z, guna mengetahui latar belakang perjuangan beliau PA 8 hingga kerajaan yang dipimpinnya bergabung ke Republik Indonesia, duet bareng Sultan HB 9, Keduanya sepakat menjaga DIY ini pada budaya yang sudah diturunkan secara turun-menurun, sejak Kerajaan Islam Mataram. Untuk generasi millennial Jogja layak meneladani semangat juang para founding fathers dari DIY.”
“Pameran lukisan ini ekspresi dari perupa dan budayawan Jogja patut diapresiasi oleh pemerintah daerah DIY, karena keistimewaan Yogyakarta berdasarkan budaya. Dan kedepannya pameran ini seharusnya diperbesar lagi, diperluas lagi, dan sepenuhnya di-support oleh anggaran yang memadai dari Pemda DIY, untuk pameran kedua Pahlawan Nasional kebanggaan Daerah Istimewa Yogyakarta, Sultan HB 9 dan Paku Alam 8, sebagai panutan warga masyarakat di DIY,” imbuh Iriani Pramastuti lebih lanjut.
Sementara itu, Syukriyal Sadin, seniman dari Jakarta, kepada Impessa.id menyatakan, “Sebagaimana para seniman, tentu ada jiwa patriot didalam berkarya, tidak hanya sekedar membuat karya, tidak hanya sekedar berpameran, tetapi tentunya ada motivasi diri, apalagi sudah mendengar ada seseorang yang tadinya orang biasa, tiba-tiba jadi seorang pahlawan, itu kan bukan sekedar sebutan, tapi lebih dari pada seperti apa sewaktu dia hidup? Apa yang telah dia lakukan sebagai manusia sehingga dirinya disebut sebagai seorang pahlawan? Ini yang memotivasi saya untuk oh ternyata pahlawan itu juga bagian daripada kehidupan yang kita jalani, saya pelukis, tapi saya merasa membuat sebuah karya itu juga bagian dari sifat-sifat heroik kita, untuk melakukan hal-hal kemanusiaan, peradaban, mungkin juga kebudayaan, itu yang menginspirasi saya”.
Hajar pamadhi dalam tulisan kuratorial pameran menuturkan bahwa seorang Seniman adalah sosok yang mempunyai pandangan tajam berdasarkan visinya, terkadang hadir juga karena misinya. Menyitir ungkapam Dario Fo, saat menggambar saya menemujkan apa yang sebenarnya ingin saya katakana. Isinilah karya seni sebenarnya seputar pemikiran yang diarahkan kepada suatu objek, baik objek material maupun formal. Mereka mengambil objek material dikemas dalam angannya untuk menemukan pandangan baru, ada juga hadir dkarenakan objek formal yang muncul di alam pikiran karena mampu menggelitik pikiran dalam lukisan.
Dikatakan, sevara emosional, Seniman menempatkan radar estetikanya dalam temperamen rasa sehingga menjadi cita dalam berkarya, seperti dalam pameran seni lukis yang digelar di Galeri Kopi Macan Yogyakarta, 2-17 Desember 2023. Para Seniman Yogyakarta tertarik dengan sosok Pakualam Ke-8. Tokoh kemerdekaan Indonesia ini mampu menjembatani warga Yogyakarta terhadap negara Republik Indonesia yang mendapatkan anugerah Pahlawan Nasional pada 7 November di Istana Negara Jakarta. KGPAA Pakualam VIII, Sang Pahlawan, dalam visi Seniman Yogyakarta, sang penguasa Kadipaten Pakualaman, dijadikan tajuk pameran seni rupa tersebut.
Para Seniman tertarik dari biografi beliau pada masa perjuangan kemerdekaan berpangkat Mayor Jenderal TNI BRMH Sularso Kunto Suratno (10 April 1910-11 September 1998). Raja Kadipaten Pakualaman Ke-8 itu bersama Raja Kasultanan Yogyakarta Hamengku Buwono Ke-9, mengeluarkan amanat integrasi ke dalam Republik Indonesia (5 September 1945). Pada 19 Agustus 1945, kedua raja itu mengirimkan telegram mendukung Presiden dan Wakil Presiden terpilih Sukarno-Hatta, dan Kerajaan Mataram menjadi kesatuan NKRI dengan penghargaan Daerah Istimewa.
Sejarah Pakualam Ke-8 itu menginspirasi beberapa seniman Yogyakarta sebagai objek berkarya seni Lukis guna menggambarkan kiprah beliau melalui langgam Realis, realisme dan neorealisme. Seniman Alditya Rakasiwi, Antonius Sambodo, Endang Apriyanto (batik), Mulyo Gunarso, Raden Raharjo, Damar Sungkowo, Momi Budi Utomo, Muji Chino dan Giring Prehatyosono, mereka secara realis lukisannya terarah bentuk potret PA 8 yang diekspresikan keberbagai corak.
Langam Realisme diangkat oleh seniman Alfi Ardyanto, Bagaskara, Barlin Srikaton, Yaya Mana, I Gusti Ngurah Dharma Kusuma, Elfrie Imasari, Ikhman Mudzakir, Harman, Ida Ratnaningrum, Nanang Wijaya, Herlina Tojo, Tales Suparman, Chamit Arang, Agus Clowor Purwanto, Daliya, Jumadi, Ocong Suroso dan Wasis Subroto. Mereka menggambarkan objek formal figur Pakualam ke-8.
Langgam Neoreliasme dimana figur Pakualam Ke-8 dicapai melalui kekuatan bentuk, figur pendukung seperti lambang Kadipaten Pakualaman, dan menerjemahkan laku, diusung oleh seniman, Sukriyal Sadin, Jedink Alexander (ekspresionistik), Didit Njedit, Yan Santana, Heni Susilawati, I Made Arya Dwita (Dedok), Mamik Slamet, Djoko Sardjono, Grace Tjondronimpuno, Eko Bendol Purnomo dan Ledek Sukadi. (Feature of Impessa.id by Antok Wesman)
