Papermoon Puppet Theatre Mementaskan PUNO Letters To The Sky Di IFI-LIP Yogyakarta

Pentas PUNO Letters To The Sky oleh Papermoon Puppet Theatre di IFI-LIP Yogyakarta, Rabu malam, 4 Juli 2018.
Impessa.id, Jogja : Papermoon Puppet Theatre Pentas Pulang ke Yogyakarta, mementaskan teater boneka berjudul “PUNO (Letters To The Sky)” , Tentang Perjalanan Tour Asia Tenggara, Dan Perasaan Kehilangan Orang Tercinta, di IFI-LIP Yogyakarta jalan Sagan nomor 1, pada Rabu malam, 4 Juli 2018.
Setelah menggelar pentas tunggal di Yogyakarta tahun 2013 saat menjadi commissioned artist ARTJOG, kelompok teater boneka Papermoon justru kerap melanjutkan perjalanannya dengan mementaskan karya-karyanya di mancanegara. Tercatat sudah sekitar 30 kota di 15 negara menjadi perhentian Papermoon Puppet Theatre untuk menampilkan karya-karyanya selama 12 tahun perjalanannya.
Membuat tour independen keliling beberapa negara Asia Tenggara di tahun 2018, adalah cita-cita yang akhirnya berhasil diwujudkan oleh kelompok teater boneka dengan personil Maria Tri Sulistyani, Iwan Effendi, Anton Fajri dan Beni Sanjaya.
Setelah kerap melakukan perjalanan hingga ke benua Amerika dan Britania Raya, Papermoon merasa bahwa mengenal peluang untuk mengenal tetangga sendiri justru jauh lebih sulit bagi seniman pertunjukan. “Seberapa akrab kita mengenal para pelaku seni serupa di Manila, atau Bangkok, di tanah yang justru memiliki banyak kemiripan dengan bangsa kita sendiri.”, tutur Maria Tri Sulistyani melalui rilis yang diterima Impessa.id
Berbekal dengan hubungan pertemanan, dan jejaring yang sudah dibangun cukup lama baik melalui Pesta Boneka (Festival Teater Boneka Internasional yang di inisiasi Papermoon Puppet Theatre sejak 2008), maupun relasi lain, tahun ini (2018), Papermoon memutuskan untuk mengangkat koper mereka, mementaskan karya terbarunya di 3 (tiga) negara Asia Tenggara.
“PUNO (Letters To The Sky)”, dipentaskan perdana di Bangkok, dalam acara Bangkok International Children Theatre Festival pada 19-20 Mei 2018, sebagai keikutsertaan kedua Papermoon dalam festival teater berskala internasional tersebut.
Perjalanan tour independen dilanjutkan ke Singapura dalam acara 100&100 More Festival yang diselenggarakan oleh The Artground di Goodmans Arts Centre, pada 29-30 Mei 2018. Tour tiga negara Asia Tenggara dilanjutkan dengan pementasan di Manila, Filipina, di dua lokasi berbeda yakni di Spotlight Central Makati dan di St. Benilde College pada 3 dan 6 Juni 2018.
Untuk menutup rangkaian tur Asia Tenggara, Papermoon menggelar pentas “PUNO (Letters To The Sky)” di IFI-LIP Sagan Yogyakarta, animo publik luar biasa, tiket ludes dalam dua hari setelah dibuka, sehingga dari rencana 6 kali pementasan, oleh Papermoon ditambah menjadi 10 kali pementasan.
Maria Tri Sulistyani atau yang sering disapa Ria menuturkan, “PUNO (Letters To The Sky)” adalah karya yang didesain untuk anak dan orang tuanya. Berkisah tentang Tala, seorang anak perempuan yang dibesarkan oleh Puno, ayahnya yang berlaku sebagai orang tua tunggal, cerita ini menitikberatkan pada hubungan kasih sayang yang terjalin di antara mereka berdua.
Kehidupan mereka kemudian berubah ketika suatu hari, Puno didera penyakit, yang membuatnya tak pernah bisa menyentuh dan memeluk anak perempuannya kembali. Kisah antara Puno dan Tala ini, telah disaksikan oleh ratusan pasang mata di tiga negara di Asia Tenggara.
Seorang anak perempuan memeluk Ibunya kuat-kuat setelah pementasan usai, air mata seperti sulit berhenti mengalir dari matanya. Anak kecil lain menghampiri Tala seusai pementasan, memberikan boneka kecil itu pelukan hangat, sambil bertanya pada salah satu pemain .. apakah Tala akan baik-baik saja. “Orang-orang dewasa menyusut air matanya, tak jarang mereka berakhir memeluk teman yang duduk di sebelahnya seusai pementasan”, ujar Ria Papermoon, sapaan akrabnya.
Kematian adalah hal yang seringkali dianggap tabu dibicarakan antara anak dan orang tua. Sampai setua apapun umur si anak, ia tetaplah anak-anak. Kehilangan orang tua, serenta apapun usianya, tetaplah kehilangan bagi seorang anak. “Karya ini, mendudukkan penonton, tua muda, besar kecil , pada posisi yang sama. Bahwa kita sama sama anak dari orang tua kita, yang tak akan pernah siap kehilangan mereka.”, imbuh Ria Papermoon lebih lanjut.
Menyitir Caleb Lee (Singapura), Peneliti Teater untuk Anak di Asia Tenggara. “Love, Loss, Life- the three words that capture the spirit of Puno by Papermoon Puppet Theatre. The piece is well crafted, incredibly nuanced and extremely bittersweet. Against an intricate and mobile set, the performers skillfully manipulate the puppets with precisionand finesse, taking the audience through a sensitive journey that is not overtly sentimental. The moments of stillness also give is space to reflect on the uncertainty of time and the fragility of life. The piece is not about death. Instead, it is a hopeful poem reminding us that the ones we love will never leave us. Death ends a life, not a relationship.” (ant)