Malioboro Nan Dinamis, Diabadikan Dalam Gambar Sketsa Oleh Hendro Purwoko
Impessa.id, Yogyakarta : Sebanyak 42 sketsa gambar-gambar tentang dinamika kehidupan di kawasan Malioboro karya seniman sekaligus Dosen Institut Seni Indonesia – ISI Yogyakarta, Hendro Purwoko, dipajang dalam Pameran Tunggal bertajuk “Sambang Sambung Malioboro” di Bentara Budaya Yogyakarta Jalan Suroto Nomor 2 Kotabaru, pada Selasa Wage, 10 Desember 2019, dibuka oleh Prof. Dr. M. Agus Burhan, MHum pukul 19.00 WIB.
Pameran Tunggal Hendro Purwoko tersebut mempunyai arti penting, dan menarik secara artistik, karena dalam dokumentasi sejarah aspek-aspek sosial, budaya, ekonomi, arsitektural, maupun tata ruang kawasan Malioboro, dapat dijadikan salah satu pijakan dalam kajian-kajian ilmiah kesejarahan Yogyakarta. Ke 42 karya sketsa yang dibuat Hendro Purwoko sejak tahun 2009 hingga 2015, mengabadikan suasana Yogyakarta pada tahun-tahun itu, yang kini sudah banyak berubah. Proyek revitalisasi Malioboro sepanjang tahun 2018-2019, misalnya, merubah bentang lanskap Malioboro dari sisi pembangunan infrastruktur sarana dan prasarana.

Hendro Purwoko ditengah-tengah karya sketsanya tentang dinamika kehidupan di Malioboro
Dalam tulisan pengantar Pameran Tunggal Hendro Purwoko, Purwadmadi menuturkan bahwa Malioboro sebagai sebuah ruang yang hidup, seiring waktu selalu berubah. Bahkan, sangat cepat perubahannya. Merekam Malioboro pada masa tertentu akan menjadi dokumentasi yang bernilai dalam kaitannya dengan perjalanan sejarah Yogyakarta, penanda waktu yang terserak antara masa lalu, masa kini, dan masa depan.
“Pada sisi itulah ragam sketsa tangan Hendro Purwoko tentang bentang kawasan Malioboro menjadi bagian catatan historis sekaligus rekaman peristiwa sosial yang perlu ditakar dan dibaca sebagai peristiwa sosial budaya. Arah rekaman visual yang dibuat oleh Hendro Purwoko selain berdimensi heritage atau kecagarbudayaan, juga bisa dimanfaatkan untuk membaca sikap dan perilaku masyarakatnya. Dari balik bangunan yang terekam, tercatat, dan terunggah dalam gambar sejatinya merupakan sebuah teks yang menemukan konteks sosial budayanya dari waktu ke waktu,” jelas Purwadmadi.

Gambar-gambar tangan Hendro Purwoko bukan buah keterampilan semata-mata tetapi juga ekspresi ajakan untuk membaca Malioboro sebagai kawasan kehidupan, kawasan budaya, yang sangat mewarnai keragaman perjalanan sejarah Yogyakarta. Motif sketsa Hendro Purwoko pantas untuk tidak hanya dibedah dari pencapaian wujud visual, melainkan juga dari motif konservasi ingatan dan picuan inspirasi konservasi, pemeliharaan, pengembangan, dan pemanfaatkan warisan budaya. Selain itu, juga dapat digunakan untuk menemu-tunjuk problem sosial budaya kawasan Malioboro yang kompleks.
Sketsa-sketsa Malioboro karya Hendro Purwoko adalah cuitan catatan spontan, sekaligus seruan moral memelihara dan mengembangkan Malioboro sebagai kawasan budaya terpenting Yogyakarta. Hendro Purwoko dengan cukup detail menangkap “jiwa-jiwa” Malioboro dalam sketsa-sketsanya.

Sosok-sosok penghuninya seperti sais andong, tukang becak, penjaja kopi instant, dan pedagang cinderamata, hingga landmark Malioboro seperti Stasiun Tugu, Kantor Gubernur, Pasar Beringharjo, Ngejaman, Museum Benteng Vredeburg, Ketandan, Kawasan Sosrowijayan, maupun gedung-gedung di kawasan Titik 0 KM terekam dengan apik dan artistik di tangan Hendro Purwoko. Suasana seperti demo buruh, angkringan, dan pasar klithikan juga tak luput dari pengamatan Hendro Purwoko.
Dalam sambutan tertulis Pameran tersebut Sultan Hamengku Buwono X menekankan bahwa suatu pameran seni rupa, terlebih-lebih karya sketsa-sketsa atas objek-objek di kawasan budaya, berupa bangunan cagar budaya, aktivitas sosial sehari-hari dan sudut-sudut wilayah heritage, membuka ruang-ruang kemungkinan. Potensi ruang kemungkinan itu perlu ditemukan, karena sketsa pada dasarnya tangkapan cepat atas peristiwa, bukan hanya pemindahan pemandangan. Sketsa selayaknya menangkap pula dinamika sosial, peristiwa kehidupan yang selalu memuat satuan-satuan nilai-nilai hidup, kearifan budaya masyarakat dan dinamika sosial yang menjadi cerminan zaman.

Lebih lanjut Sultan HB X menyebutkan, Malioboro sebagai kawasan budaya, yang dinamis dan terus berkembang, tidak saja bermakna simbolik sebagaimana nilai-nilai makna yang diwariskan melalui konsep dasar pembangunan kota Yogyakarta yang diletakkan oleh arsitek utamanya, Pangeran Mangkubumi, Sultan Hamengku Buwono I (1717-1792). “Kota, kuthagara, yang dibangun mulai tahun 1775, sampai sekarang masih terus melekat esensi dasar falsafah kota, bagian integral dari ajaran luhur: hamemayu hayuning bawana, lengkap dengan seluruh instrumentasi nilai-nilai filosofis lainnya. Oleh karena itu, Yogyakarta layak menyandang predikat the city of philosophy, kota warisan dunia yang saat ini sudah masuk the heritage list UNESCO. Malioboro sebagai kawasan Sumbu Filosofi menjadi bagian penting dari penanda budaya spesifik dan mengandung ajaran nilai-nilai kehidupan,” jelas Sultan.

Pameran yang menandai masa purna tugas Hendro Purwoko sebagai staff pengajar di Program Studi Disain Interior, Fakultas Seni Rupa Intitut Seni Indonesia Yogyakarta, per 1 Oktober 2019, merupakan bentuk tanggung jawab sebagai seniman yang selalu berproses kreatif dan menunjukkan idealisme serta eksistensinya.
Pameran yang merupakan perayaan atas pencapaian Hendro Purwoko sebagai seniman maupun pengajar seni, dirayakan bersama oleh keluarga, komunitas, dan teman-teman seniman yang menggelar sejumlah rangkaian kegiatan.

Rangkaian kegiatan yang pertama adalah Pameran Karya “Meditasi Anak Milenium” memajang puluhan gambar hasil karya anak-anak yang mengikuti kegiatan menggambar rutin di Posnya Seni Godod. Pameran yang diikuti 23 anak-anak usia TK hingga SD itu juga menjadi penanda peringatan 1000 hari berpulangnya Puspitasari Darsono (Mbak Pipit), seorang sahabat yang menginspirasi kehidupan Hendro Purwoko untuk belajar meditasi dan segala variasinya, termasuk makan ala vegetarian. Pameran karya anak-anak digelar dari tanggal 1 Desember hingga 8 Desember 2019 di Posnya Seni Godod.
Rangkaian kegiatan berlanjut dengan acara Sket Malioboro di sketchbook ukuran 14 x 14 cm bersama puluhan perupa. Kemudian pada Selasa Wage, 10 Desember 2019, dihelat Melukis Bersama 100 Perupa di Kawasan Malioboro, mulai pukul 08.00 pagi, diikuti lebih dari 100 pelukis berasal dari penjuru Nusantara, dan bekerjasama dengan Dinas Kebudayaan DIY, Komunitas Pelukis Cat Air -Kolcai, Sanggar Bambu, Sanggar Sejati, dan kelompok seniman lainnya.

Acara melukis bersama tersebut selain untuk nyengkuyung Pameran Tunggal Hendro Purwoko, juga untuk memperingati Hari HAM Sedunia dan mendukung program Car Free Day Selasa Wagen di Malioboro.
Seluruh peserta melukis kawasan Malioboro dengan titik kumpul di depan Museum Sonobudoyo (gedung ex-KONI) guna mendapatkan kanvas berukuran 50 x 60 cm. Hasil melukis bersama selanjutnya dipamerkan di Posnya Seni Godod mulai tanggal 10 hingga 18 Desember 2019, dibuka Selasa sore pukul 16.00 WIB oleh Mr. Rudolf Iten, pengusaha asal Swiss.
Pembukaan Pameran Tunggal Hendro Purwoko di Bentara Budaya Yogyakarta yang mengundang 200 tamu dimeriahkan dengan sajian musik dari See N See Guitar. Pameran dengan kurator Prof. M. Dwi Marianto, MFA., Ph.D. dan tulisan pengantar oleh Purwadmadi, berlangsung hingga 18 Desember 2019, dengan jam buka setiap hari pukul 09.00 – 21.00 WIB. (Ekha/Antok Wesman-Impessa.id)

