Empat Perupa Taiwan Pameran Di Balai Banjar Sangkring Yogyakarta, 22 Juni - 7 Juli 2019
Impessa.id, Yogyakarta : Empat perupa Taiwan masing-masing, Tang Tang-Fa, Cheng Cheng-Huang, Lu Chien-Chang dan Wang Shei-Chau, menggelar pameran lukisan dan instalasi di Balai Banjar Sangkring – Nitiprayan, Yogyakarta dalam tajuk “Art 4 Jogja”, berlangsung pada 22 Juni hingga 7 Juli 2019, terbuka untuk publlik secara gratis.
Disela-sela pembukaan pameran, Sabtu malam (22/06/19) Wang Shei-Chau, salah satu seniman Taiwan yang sekaligus merangkap sebagai kurator yang mengajak tiga seniman Taiwan lainnya, ketika dikonfirmasi Impessa.id menuturkan bahwa bagi seniman Taiwan ini merupakan pameran yang pertama kalinya dihelat di Yogyakarta. “Bagi kami, ini merupakan kesempatan yang bagus untuk mengenalkan karya-karya senirupa Taiwan kepada publik Jogja, sekaligus pertukaran ide dengan perupa Jogja, untuk menjalin jejaring kegiatan kedepannya,” ujar Shei-Chau.
Menurut Shei-Chau, pilihan Jogja bagi nya tepat, karena menurutnya Jogja yang berada di tengah-tengah Jawa, memang dikenal sebagai pusatnya seni-budaya di Indonesia. “Kami ingin lebih banyak belajar mengenai art-making disini dan melakukan pertukaran seniman untuk saling berkolaborasi, semacam residensi, diantara perupa Indonesia dan perupa Taiwan,” imbuhnya.
Ketiga perupa Taiwan tersebut yakni Tang-Fa, Cheng-Huang dan Chien-Chang merespon secara beragam komentar mereka setelah hadir di Jogja. Ada yang lebih merasa rileks, mengingat suasana di Taiwan dituntut untuk bekerja-bekerja dan bekerja, ada yang menikmati alam Indonesia yang nyaman, ada yang merasakan macet jalanan yang tidak dia temui di negeranya. Ada yang suka kuliner meski rasanya pedas dan macam-macam.
Deskabayu selaku kurator pameran mengatakan kalau bicara tentang senirupa Indonesia, Jogja masih menjadi pusat perhatian, sehingga Jogja dipilih oleh mereka menjadi tempat penyelenggaraan pameran ke-empat seniman Taiwan yang menampilkan karya dengan isu yang berbeda-beda. “Kami sedang dalam upaya untuk membuka komunikasi yang lebih luas lagi dan bertukar pengalaman antar seniman dari kedua negara Taiwan dan Indonesia, dan harapannya kedepan dibuka kesempatan untuk bekerjasama didunia senirupa itu sendiri guna memperluas daya jangkau senirupa dari kedua negara,” tutur Deska.
Rektor Institut Seni Indonesia – ISI Yogyakarta, Profesor Doktor M. Agus Burhan, M.Hum, menyambut gembira atas kehadiran empat seniman Taiwan di Sangkring Jogja, yang semakin menambah khasanah pemahaman tentang seni kontemporer, sebagai tendensi baru di dunia internasional. “Di dalam seni kontemporer selalu ada ciri yang kuat, ada nilai kontradiksi, ada ironi. Ke-empat seniman Taiwan yang hadir lewat karya-karya mereka di Jogja, mempunyai korelasi dengan ungkapan-ungkapan yang juga menjadi tendensi baru di dunia seni kontemporer Indonesia khususnya yang sangat kuat berkembang di Yogyakarta. Seniman Indonesia hidup dan dihidupkan oleh budaya dan tradisi-tradisi yang bertemu di Jogja, selain tradisi Jawa yang kuat, Indonesia mengirimkan putra-putri terbaiknya ke Yogyakarta, yang menjadi seniman-seniman di Yogyakarta, dengan kekuatan tradisi yang berkelindan dengan nilai-nilai modern menjadi seni kontemporer,” ungkap Rektor Agus Burhan, saat menyampaikan sambutan pada pembukaan pameran.
Dari sudut pandang internasional, “Art 4 Jogja” digunakan untuk menunjukkan arti penting dari pameran kelompok yang diusulkan oleh empat seniman Taiwan di Yogyakarta. Disebut sebagai salah satu kelompok seniman kontemporer paling terkenal pada 1990-an dalam sejarah seni Taiwan, keempat seniman yang ditampilkan adalah Cheng, Lu, Tang, dan Wang yang bertemu di perguruan tinggi pada tahun 1987. Meskipun dalam 30 tahun terakhir masing-masing berkembang secara berbeda dalam karir mereka, mereka semua tetap bersemangat membuat seni dan menghubungkan jalur artistik mereka dengan pencarian eksistensi dalam kehidupan. Bagi keempat seniman, pencarian eksistensi melalui seni telah menjadi keyakinan estetika jangka panjang yang membimbing mereka untuk membangun sistem mereka sendiri dalam menafsirkan dan mengekspresikan makna hidup melalui banyak bentuk dan metode yang mereka adopsi.
Cheng melakukan cara spiritual untuk melihat kehidupan dan mendefinisikan identitasnya menggunakan tugas-tugas duniawi yang harus dia tangani; oleh karena itu, seni dianggap sebagai proses terapi yang penting dalam perjalanan hidupnya. Lu menggunakan cara ekspresif tetapi mengendalikan untuk mencari "nilai murni" seni sehingga komposisi dalam seninya terlihat sederhana namun konseptual dan tekstual. Tang mengubah subjek kehidupan sehari-hari menjadi presentasi artistik untuk mengundang dialog inklusif tentang kehidupan nyata dan seni antara seniman dan pemirsa. Wang menjadikan lanskap sebagai platform penelitian-metafora untuk mengeksplorasi waktu dan ruang dalam seni.
Berbagai gaya dan metode seni yang ditampilkan keempat seniman ini memamerkan ruang lingkup seni kontemporer di Taiwan dan Yogyakarta merupakan pusat budaya di Jawa dan juga di Indonesia. Kesempatan memperkenalkan seniman kontemporer Taiwan ke komunitas seni Yogyakarta memungkinkan banyak dialog dan inisiatif pemikiran artistik, koneksi, dan saling pengertian tentang budaya dan nilai-nilai di balik seni di Indonesia dan komunitas seni Taiwan.
Pameran "Art 4 Jogja" berlangsung dari tanggal 22 Juni sampai dengan 7 Juli 2019 di Balai Banjar Sangkring, Sangkring Art Space Jalan Nitiprayan No 88, Sanggrahan, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Kegiatan pendukung berupa diskusi mengenai proses kreatif dan lokakarya pada Minggu (23 Juni) di Sangkring Art Space dan diskusi bertajuk Perkembangan Seni Rupa Kontemporer di Taiwan, pada Rabu (26 Juni) di IVAA (Indonesian Visual Art Archive) jalan Ireda, gang Hiperkes 188A-B Yogyakarta. (Antok Wesman-Impessa.id)