Lia Mustafa Mewakili Indonesia Di ASEAN Week 2019 Seoul Korea
Impessa.id, Yogyakarta : Desainer kawakan asal Jogja, Lia Mustafa, semakin sering mengangkat citra Kain Nusantara untuk diperkenalkan ke publlik dunia melalui berbagai fesyen internasional, setelah sukses bersama-sama disainer Indonesia di acara International Muslim Fashion Festival 2018 dalam gelaran La Mode Sur La Seine A Paris, Perancis, pada awal Desember 2018, kini lewat karya bertajuk “Cross Border”, Lia Mustafa tampil untuk Asean Week 2019 di Seoul Plaza, Seoul Korea, pada 15 juni 2019.
Cross Border terinspirasi dari Lintas Negara dan Lintas Budaya, Lia Mustafa mengusung tekstil Tenun Lurik dan Rajutan dari Yogyakarta, Indonesia, bermotif Lurik/Garis-garis dan motif Kawung. Busana Ready To Wear rancangan Lia Mustafa bergaya Sporty Casual, Edgy, Saroong millenial dalam warna-warna Hitam, Coklat, Krem, dan Hijau Army. Tampilan busana dipadupadankan dengan asesori Perak Electroforming Leaf koleksi Borobudur Silver Yogyakarta serta Sepatu koleksi Y5Star Seoul Korea.
Berkaitan tentang Lurik, Lia Mustafa menjelaskan, “Lurik adalah kain yang diperoleh melalui proses penenunan benang (Bahasa Jawa : lawe) yang diproses sedemikian rupa seperti selembar kain katun. Proses yang dimaksud dimulai dengan pembuatan benang Tukel, tahap pencelupan, yaitu pencucian dan pewarnaan, pemanjangan dan pelapisan, pengawetan, pencucian, penyesuaian, dan penenunan. Motif atau pola yang dihasilkan berupa garis-garis vertikal atau horizontal yang dijalin sedemikian rupa sesuai dengan warna yang diinginkan dengan berbagai variasi.”
Dikatakan, pakaian atau kain dengan motif Lorek (Jawa) tidak dapat secara langsung disebut Lurik, karena Lurik harus memenuhi persyaratan yang berkaitan dengan bahan tertentu, dan diproses melalui proses tertentu, mulai dari pewarnaan, pembungkus, pengamplasan, peghanian, pencucian, penyesuaian, hingga tenun, sampai nanti menjadi kain yang digunakan. “Motif lurik tidak hanya dalam bentuk garis longitudinal, tetapi dalam perkembangannya, kotak-kotak sebagai hasil dari kombinasi garis transversal dan garis longitudinal dapat dikategorikan sebagai lurik,” imbuhnya.
“Khusus show kali ini, saya menampilkan tenun lurik kontemporer yang saya padankan dengan rajut bermotif lurik dan kawung, motif kawung merupakan inspirasi saya yang umumnya di batik, namun kali ini saya olah dengan mesin rajut , dengan gaya sporty, kasual dan disisipkan beberapa gaya tradisi Sarung yang diolah menjadi kekinian dan edgy,” jelas Lia Mustafa.
Saroong adalah selembar kain yang diikat dan biasanya digunakan dibagian bawah, Sarong merupakan pakaian mayoritas tradisional masyarakat Indonesia yang saat ini dikembangkan menjadi busana yang tidak kaku dalam keseharian. Di Tanah Jawa, motif Lurik dan Kawung mempunyai Filosofi tersendiri, motif Lurik bermakna kesederhaan dan pengabdian, sedangkan motif Kawung bermakna kebaikan hati kita yang tidak perlu diketahui orang lain.
Harapannya, desain yang dinamis dan enerjik ini bisa diminati kaum muda millenial, yang tidak meninggalkan akar budaya namun tetap mengikuti perkembangan jaman dan trend fashion kekinian, berhati mulia, dibangun dari kesederhaan hati dalam berproses, bersosialisasi dalam membangun bangsanya.
Aksesoris berupa perhiasan terbuat dari Perak kreasi Borobudur Silver Yogyakarta. Borobudur Perak “Kontemporer Dengan Tradisi”, adalah perusahaan perajin Perak yang didirikan berbasis di Yogyakarta Indonesia, Borobudur Silver terus mencari ide-ide baru, desain baru, dan inspirasi untuk pengembangan produk.
Pilihan "Daun Perak", oleh Lia Mustafa meneruskan apa-apa yang diungkapkan Selly Sagita, owner Borobudur Silver, karena terinspirasi oleh Gerakan Hijau dan Ramah Lingkungan di masyarakat. Setiap daun memiliki keindahannya, nilainya sendiri, dan kisahnya sendiri. Koleksi-koleksi ini menandakan upaya manusia untuk memperpanjang keberadaannya dengan memanifestasikannya ke kecantikan abadi
“Borobudur Silver dengan bangga mempersembahkan koleksi terbaru. Alam telah memberi kita banyak hal indah dalam hidup, dan kami ingin membawa keindahan ini tidak hanya untuk dilihat mata, tetapi juga untuk menjadi bagian dari perhiasan Anda,” ujar Lia Mustafa meneruskan ucapan Selly Sagita.
Bernama lengkap Lia Amaliati Retnoningsih (kelahiran Bandung, 21 Juli 1964) menikah dengan Mustafa Ramadhan dan dikaruniai seorang anak laki-laki, bahkan kini Lia Mustafa, sapaan akrabnya,sudah mempunyai seorang cucu lelaki, dengan brand House of L’Mar for Lia Mustafa and Ammalee Knitwear Brand, beralamatkan di Jalan Sisingamangaraja Nomor 150 Yogyakarta 55153 Indonesia.
Berikut Curriculum Vitae (CV) Lia Mustafa. Lulus Sekolah Dasar St. Clara Surabaya tahun 1976. Lulus SMP St. Clara Surabaya tahun 1980. Lulus SMA BOPKRI 1 Yogyakarta tahun 1983. Lulus Fakultas Ekonomi UPN Jogja tahun 1990. Kursus Pendek di Queensland University of Technology tahun 2016.
Lia Mustafa menyandang berbagai gelar, diantarannya, sebagai President Junior Chamber International Jogja Chapter 2002. President Lions Club Yogyakarta Puspita Mataram 2003. Leader and Founder SJI Jogja 2004. Leader for Asosiasi Perancang Pengusaha Muda Indonesia –APPMI Yogyakarta 2011. Chairman of Indonesian Fashion Chamber –IFC Jogja Chapter 2016. National Vice Chairman of IFC 2016. National Vice Chairman of IFC 2018.
Pengalaman di dunia fesyen, antara lain, di tahun 2015, Fashion and Exhibition Naning China, Indonesian Fashion Week, Jogja Fashion Week, ASPAC Fashion Philippines. Di tahun 2016, IFC Fashion Trend Jogja, Jogja Fashion Week, Indonesia Fashion Week. Di tahun 2017, Bali Fashion Trend, Surabaya Fashion Parade, Fashion KBRI Bangkok Thailand. Di tahun 2018, La Moda Paris, #23 Fashion District Bandung, Muffet Jakarta Convention Centre, Reborn Potret Medan, Jogja Fashion Week. (Antok Wesman)