MOKO JEPE, Ikut Rayakan Bulan Seni Jogja 2025 Dalam Pameran Seni Bersama Bertajuk PERTEMUAN Di Jogja Gallery
MOKO JEPE, Ikut Rayakan Bulan Seni Jogja 2025 Dalam Pameran Seni Bersama Bertajuk PERTEMUAN Di Jogja Gallery
Impessa.id, Yogyakarta: Ada yang menarik dalam pameran seni bertajuk PERTEMUAN oleh Kelompok Lima di Jogja Gallery, Jalan Pekapalan No.7 Alun-Alun Utara Yogyakarta, pada 18-23 Juni 2025, yang menampilkan Moko Jepe, Deni setiawan, Dona prawita arisuta, Oetje lamno,dan N. rinaldy, bahwasanya pertemuan adalah permukaan tempat makna-makna saling bersinggungan; tempat di mana subyektivitas menemukan cerminnya pada yang lain.
Dalam pengantar tulisan pameran Dr. Deni Setiawan S.Sn., M.Hum. menyebutkan bahwa pameran seni rupa bertajuk "PERTEMUAN" menjelajahi gagasan perjumpaan kawan-kawan lama sebagai reuni dan titik refleksi diri, sekaligus sebagai ruang tumbuh bersama.
“Di dalam setiap karya yang dihadirkan, pertemuan dipahami bukan sekadar momen kebersamaan, tetapi sebagai proses aktif yang membuka kemungkinan transformasi baik pada tingkat personal, sosial, maupun konseptual,” ujar Deni.
Dikatakan, ‘pertemuan’ dilihat sebagai proses generatif suatu kondisi kreatif yang melahirkan relasi-relasi baru: antara manusia dan objek, antara narasi dan ruang, antara teknologi dan ingatan. Tidak ada yang tetap dalam pertemuan; ia selalu membawa kemungkinan untuk yang tak terduga. Maka, pameran -lukisan, seni instalasi, dan karya keramik- ini adalah ruang terbuka: bukan untuk menetapkan makna, melainkan untuk menumbuhkan peluang percakapan yang dinamis.
Salah seorang perupa yang ditemui Impessa.id, Moko Jepe, Seniman kelahiran Jepara, Jawa Tengah, pada 21 April 1977, melalui karya lukisannya dirinya mencoba menggambarkan kehidupan, ketenangan, isu lingkungan, realitas hidup saat ini, secara ringan dalam menuangkan ide menjadi sebuah karya menggunakan warna-warna soft, kadang warna cerah untuk mengekspresikan emosi dan pesan dalam karyanya.
Dalam lukisan berjudul “GENESIS INFERNO”, 50X50 Cm, Acrylic On Canvas, karya tahun 2025, Moko menampilkan ledakan warna merah tua dan kuning terang dengan tekstur yang seperti reaksi kimia atau api yang membakar, sangat ekspresif dan emosional. Warna-warnanya mengingatkan pada panas, energi, dan kekacauan awal, elemen kunci dari teori awal kehidupan di Bumi.
“Karya ini merepresentasikan Bumi purba saat awal kehidupan mulai terbentuk, dalam keadaan penuh gejolak dengan lautan lava, hujan meteor, petir tanpa henti, dan atmosfer beracun. Ini adalah momen ketika dari kehancuran dan panas ekstrem, blok-blok pembentuk kehidupan pertama kali terbentuk,” tutur Moko.
Deskripsi visual lukisan “Genesis Inferno”; Merah tua dan oranye melambangkan lava dan panas dari kerak Bumi muda. Semburan kuning dan putih mewakili energi kimia dan cahaya petir yang menjadi pemicu reaksi organik pertama. Tekstur padat dan berlapis mewakili kompleksitas kondisi awal dan munculnya bentuk-bentuk mikroskopis kehidupan.
Inspirasi Ilmiahnya terinspirasi dari eksperimen Miller-Urey yang meniru atmosfer awal Bumi dan menghasilkan asam amino blok pembangun kehidupan. Juga dari kondisi geologis yang ekstrem seperti hidrotermal vent dan tumbukan meteorit.
Menurut Moko, makna simbolis adalah kekacauan sebagai penciptaan bahwa dari kekerasan dan ketidakteraturan justru muncul fondasi bagi kehidupan. Energi dan ketidakpastian fase awal yang tidak stabil tapi penuh kemungkinan. Pesan utama bahwa kehidupan bukan berasal dari kedamaian, tapi dari ketegangan antara elemen, dari percikan energi yang liar dan tak terkendali. Alam semesta tak hanya menciptakan, ia juga membentuk kehidupan lewat badai dan nyala api.
Kemudian untuk lukisan yang berjudul "HOMESICK", 80x90 Cm, Acrylic On Canvas, 2024, Moko menampilkan rumah-rumah pohon yang menempel pada batang pohon besar di tengah hutan rimbun, dengan latar belakang siluet kota futuristik berwarna putih biru yang kontras. Karya itu memadukan unsur alam dengan bayangan urban, menciptakan ketegangan sekaligus harmoni antara dua dunia: alam dan peradaban modern
“Lukisan ini mencerminkan kerinduan terhadap kehidupan yang sederhana dan alami di tengah arus urbanisasi yang semakin mendominasi. Rumah-rumah pohon menjadi symbol pelarian atau perlindungan dari keramaian dan kekakuan kota. Pohon besar melambangkan akar budaya, memori masa kecil, dan koneksi spiritual manusia dengan alam. Karya ini bisa dibaca sebagai kritik lembut terhadap hilangnya ruang hijau dan hubungan manusia dengan alam, atau sebagai mimpi tentang bagaimana keduanya bisa berdampingan dengan harmonis. Jadi ‘Homesick’ menggambarkan kerinduan akan 'rumah' dalam makna emosional dan ekologis,” ungkap Moko.
Dalam pameran “Pertemuan” tersebut Moko Jepe menampilkan 16 lukisan yang sebagian besar merupakan karya terbarunya di tahun 2025. Judul-judul karya lukisan Moko Jepe yang dipamerkan di Jogja Gallery, antara lain, "Primordia: Awal Segala Sesuatu”, “Napas Bumi Purba”, “Sebelum Langkah Pertama”, “One Day on Earth Without Life”, “Langit Dalam Renungan”, “Ambang Sunyi” dan “Senandung Cahaya Terakhir”. (Feature of Impessa.id by Antok Wesman)