Tiga Guru Besar Tampil Di Sastra Bulan Purnama Tembi Sewon Bantul, 23 April 2019
Impessa.id, Yogyakarta : Sastra Bulan Purnama edisi 91, yang berlangsung Selasa, 23 April 2019, mulai pukul 19.30 WIB, di Tembi Rumah Budaya Jalan Parangtritis Km 8,5, Tembi, Timbulharjo, Sewon, Bantul, Yogyakarta, diisi dengan peluncuran buku puisi fotografi berjudul ‘Tapak Jejak Peradaban’ karya Novi Indrastuti dan Harno Depe.
Kolaborasi puisi dan fotografi sudah beberapakali dilakukan oleh Novi dan Harno. Keduanya seperti tidak mau memisahkan antara puisi dan fotografi. Bagi keduanya, fotografi mempunyai suasana puitis dan puisi mengandung visual fotografis. Novi Indrastuti sehari-harinya sebagai pengajar di Jurusan Sastra Indonesia, Fakultas Ilmu Budaya UGM, dan Harno Dwi Pranowo, Guru Besar UGM dan mengajar di Fakultas MIPA UGM.
Koordinator Sastra Bulan Purnama, Ons Untoro, menuturkan, peluncuran antologi puisi itu menampilkan tiga guru besar, selain Harno Dwi Pranowo, yakni, Prof. Dr. Budi Wignyosoekarto, Guru Besar UGM dan Prof.Dr. RM. Teguh Supriyanto, Guru Besar Unesa, Semarang. Dr. Novi Indrastuti, sebagai penyair tampil di awal sebelum para guru besar tampil membacakan puisi karyanya.
Selain itu tampil pula membaca puisi, Notaris Armansyah Prasakti, S.Not.,M.H., kemudian Prima Dona Hapsari, SPd.M.Hum dari ISI Yogyakarta, serta pegiat museum RM. Donny Surya Megananda semuanya tampil membacakan puisi karya Novi Indrastuti.
“Jadi, selain dibacakan tiga Guru Besar, puisi Novi Indrastuti dibacakan pula oleh para pembaca yang memiliki profesi berbeda. Beberapa puisi Novi digarap menjadi lagu oleh Nyoto Yoyok dan Ana Ratri. Keduanya sering pentas lagu puisi di Sastra Bulan Purnama, dan di tempat-tempat lain. Bagi Yoyok dan Ana Ratri, puisi tidak hanya dibacakan, tetapi bisa diolah menjadi lagu, meski nuansa puisinya tidak hilang,” jelas Ons.
“Setiap mengolah puisi menjadi lagu, saya berusaha menjaga agar puisinya tetap kental, dan lagunya tidak jatuh menjadi sejenis lagu pop” ujar Nyoto Yoyok.
Ons Untoro, menambahkan, Novi dan Harno, keduanya memiliki kepekaan menangkap momentum puitis, hanya keduanya berbeda dalam merespon. Harno menangkap momentum melalui kamera dan Novi menuliskannya dalam bentuk puisi. “Momentum puitis yang ditangkap oleh Novi dan Harno, dirajut menjadi satu buku puisi-fotografi dan diluncurkan di Sastra Bulan Purnama,” ujar Ons Untoro.
Sebelumnya, Harno dan Novi menerbitkan buku sejenis di tahun 2018 dan diberi judul ‘Kepundan Kasih’. Dalam buku puisi-fotografi ini, Harno menyajikan foto-foto yang obyeknya diambil diberbagai kota, tidak hanya obyek di Yogya. “Setiap kali saya pergi memang tidak lupa membawa foto. Setiap momentum selalu akan saya bidik dari lensa kamera” ujar Harno.
Ons Untoro menjelaskan, Sastra Bulan Purnama yang sudah berjalan lebih dari tujuh tahun, mengutamakan peluncuran buku puisi. Penyair dari berbagai kota pernah tampil di Sastra Bulan Purnama meluncurkan buku puisi karyanya. Namun ada juga yang meluncurkan novel, seperti dilakukan oleh Yudhistira Massardi dan Noorca Massardi, 20 Februari 2019, kedunya meluncurkan novel dalam judul yang bebeda. (Antok-Impessa)