Rindu Kanjeng Nabi, sholawat milenial ala Gus Fuad Plered dan ROFA Band Yogyakarta
Impessa.id, Yogyakarta : Usai merilis album penuh berjudul “Song of Tsauban”, ROFA Band, kelompok musik Rock Sholawat dibawah pimpinan Kyai Haji Muhammad Fuad Riyadi atau akrab disapa Gus Fuad Plered, Kiai karismatik pimpinan Pondok Pesantren Roudlotul Fatihah, Yogyakarta, meluncurkan single berjudul “Rindu Kanjeng Nabi”.
Dalam lagu “Rindu Kanjeng Nabi”, Gus Fuad mengaku terinspirasi dari kisah Imam Busyiri, Sufi masyhur yang menciptakan Maulid Burdah. Dikisahkan, Imam Busyiri sempat lumpuh, lalu mendapat ilham menemukan cara ampuh untuk sembuh, yakni dengan ber-Tawasul kepada Rasulullah SAW, dengan membuat syair-syair pujian untuk Baginda Rasul. Pikirnya, melalui cara demikian tidak mungkin Allah menolak permohonan doanya.
Imam Busyiri yang dalam keadaan lumpuh tetap berusaha menulis syair-syair pujian untuk Rasulullah SAW. Kesungguhannya itu rupanya membuat Busyiri sampai didatangi Rasulullah SAW dalam mimpinya. Pada momen itu dikisahkan Rasulullah SAW mengoreksi beberapa bagian syair yang sudah dibuat oleh Busyiri dan menambahkan dua bait untuk penutupnya.
Sebelum pergi meninggalkan Busyiri, Rasulullah SAW lalu mengelus bagian tubuhnya sembari menyelimuti seluruh tubuhnya. Sungguh kuasa Allah SWT, usai bangun dari tidurnya Busyiri langsung mendapati seluruh tubuhnya kembali normal dan sembuh seketika dari lumpuhnya.
"Dari kisah itu, saya ingin membagikan keberkahan Sholawat dan semua unsur yang terkandung di dalamnya kepada semua orang, terutama untuk generasi muda milenial melalui lagu Rindu Kanjeng Nabi ini," ujar Gus Fuad.
Menurut Gus Fuad, Sholawat dengan kesenian musik seperti ROFA Band diyakininya bisa memberikan asupan positif untuk anak muda zaman sekarang. Selain itu bisa menjadi benteng dan penangkal paham radikalisme yang akhir-akhir ini meresahkan masyarakat karena sebagian juga dilakukan oleh anak muda.
"Musik itu kan media yang paling bisa diterima anak muda generasi milenial, dan Sholawat itu bagi saya adalah amalan dahsyat yang bisa diterapkan dalam nada dan irama. Jadi anak-anak muda yang mau menghapal dan menyanyikan lagu “Rindu Kanjeng Nabi”, sebenarnya sudah sama seperti ber-sholawat, tapi dalam Bahasa Indonesia," papar Gus Fuad.
Dalam single terbaru ROFA Band, Gus Fuad menggandeng Tomo Widayat sebagai Music Director. Tomo sebagai additional player Sheila On 7 berhasil membuat lagu “Rindu Kanjeng Nabi” menjadi lagu pop yang megah dan syahdu.
Lagu “Rindu Kanjeng Nabi” dapat dinikmati video lirik-nya melalui kanal YouTube ROFA Band Official, sejak Selasa 16 Oktober 2018. Selain itu lagu ini juga mengudara di radio-radio di seluruh Indonesia dan tersedia pula di gerai-gerai musik digital seperti iTunes, Spotify, JOOX, dan Deezer.
Lagu “Rindu Kanjeng Nabi” dengan lirik sebagai berikut; Melukiskan wajahmu kekasihku, Hatiku semakin rindu, Merenungkan kemegahan cintamu, Hatiku merasa malu, Sepanjang hari kuingat dirimu, Tiap detik kusebut namamu, Kasihku, Membayangkan canda tawa lembutmu, Terasa kau dekat selalu, Mengingat-ingat pesan penuh kasihmu, Sejuk tenteram di dadaku.
Gus Fuad 'Plered', kelahiran 8 Oktober 1970 sudah mengenal berbagai macam kesenian sejak kecil dan telah mendapatkan gemblengan banyak guru dari berbagai disiplin ilmu agama dan kesenian. Ayah Gus Fuad adalah Haji Ahmad Abdul Bakdi yang berdarah Kiai Abdurrouf Wonokromo (keturunan langsung Sunan Ampel dari silsilah Sunan Bonang). Sedangkan ibu Gus Fuad adalah Siti Muyassarotul Maqosid. keturunan Kiai Nuriman Mlangi dan Kiai Cholil Wonokromo. Kakek-nenek Gus Fuad tersebut banyak mendirikan Pondok Pesantren di Tanah Jawa.
Gelar Kiai-nya didapatkan dari hasil belajarnya kepada beberapa ulama terkemuka seperti, KH Abdul Basith, KH Abdul Mu'thi, KH Muhammad Busyro, KH Muhammad Katib Masyhudi, KH Muhammad Abdul Muchith, Abuya Dimyati Banten, Habib Anis Al Habsyi, dan Tuan Guru Ahmad Zaini Ghani Martapura.
Gus Fuad pernah menulis di media massa sejak SMP dan pertama mempelajari seni puisi dari M Nasrudin Anshorie CH. Setelahnya, dia mulai serius mendalami sastra dari Ragil Suwarno Pragolapati, Iman Budhi Santosa, Suryanto Sastro Atmojo, Suminto A Sayuti, W Poer, Sri Harjanto Sahid, M Jihad Gunawan, dan para sastrawan Jogja lainnya.
Berkat keseriusannya dalam seni menulis, Gus Fuad berkesempatan menjadi wartawan di Harian Yogya Post (1995). Karya tulisnya berupa cerpen, puisi, esai sastra-budaya, artikel pendidikan-keagamaan, resensi buku, ulasan musik-film-televisi-teknologi sempat tersebar di berbagai media cetak. Beberapa buku karangannya yang fenomenal yakni “Kampung Santri - Tatanan Dari Tepi Sejarah” (2001), “Cara Idiot Menjadi Kyai” (2001), “Lidah Kyai Kampung - Islam Itu Gampang” (2010), dan “SMS Cinta Muhammad SAW” (2013).
Beberapa tahun kemudian, Gus Fuad membuat terobosan baru dalam berdakwah, melalui karya lukisan, dan beberapa kali menggelar pameran seni rupa tunggal maupun bersama seniman lainnya. Pameran tunggalnya antara lain, Aura Dzikir di Bentara Budaya Yogyakarta (2009), Aura Dzikir Putih di Jogja National Museum (2010), Locospiritual di Jogja Gallery (2011), Alif Risalah Rajah Sosrokartono di Museum Kereta Api Bandung (2011), Kitab Lailatul Qodar di Taman Budaya Yogyakarta (2013), dan RERAJAH Sesuratan Semesta (2016).
Kini Gus Fuad meneruskan dakwahnya melalui seni musik. Tahun 2017, Gus Fuad membentuk kelompok musik tasawuf bernama ROFA, singkatan nama pondok pesantrennya Roudlotul Fatihah yang berlokasi di Jalan Pleret, Tambalan, Dusun Pleret, Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta. Bersama ROFA band, Gus Fuad merilis album perdananya bertajuk “Semua Dirimu” (2017) dan “Song of Tsauban” (2018). (Muh/Tok)