Event

Pameran Arsip dan Seni Visual, Potret Malam Affandi, di Museum Affandi Yogyakarta, 15 Juli Hingga 11 September 2022

Pameran Arsip dan Seni Visual, Potret Malam Affandi, di Museum Affandi Yogyakarta, 15 Juli Hingga 11 September 2022

Pameran Arsip dan Seni Visual, Potret Malam Affandi, di Museum Affandi Yogyakarta, 15 Juli hingga 11 September 2022

Impessa.id, Yogyakarta: Pameran Arsip dan Seni Visual bertajuk “Potret Malam Affandi” berlangsung di Museum Affandi Jl. Laksda Adisucipto 167 Depok, Sleman DIY dan secara resmi dibuka oleh Edi Winarya SSn MSi selaku Kepala Dinas Kebudayaan (Kundha Kabudayan) Kabupaten Sleman Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), pada Kamis, 14 Juli 2022, pukul 17.30 WIB.

Pameran yang sepenuhnya didukung oleh Dicti Art Laboratory dan Dinas Kebudayaan Sleman itu berlangsung dari 15 Juli hingga 11 September 2022, terbuka untuk umum dengan jam buka pameran: Untuk Senin - Sabtu, pukul 09.00 - 16.00 WIB. Untuk Jumat dan Sabtu, pukul 18.00 - 22.00 WIB.

Harga tiket masuk untuk pengunjung asing Rp. 75.000 dan untuk domestik Rp. 35.000. Adapun untuk pelajar domestik Rp. 25.000 dan untuk  pelajar asing Rp. 35.000.

Partisipan Seni Visual masing-masing, Agan Harahap, Angki Purbandono, Digie Sigit, I Gusti Ketut Alit Arya Putra (SDI), I Gusti Ngurah Tri Marutama (SDI), Ivan Bestari, Jogjakarta Video Mapping Project (JVMP), Kleting Titis Wigati, Nasirun.

Partisipan Mural dan Grafiti masing-masing, Adit Doodleman, Alodia Yap, Badsyaw, Birdpeace, Claudiadella, Cutnotslices, Digie Sigit, Ipeh Nur, Ismu Ismoyo, Kotrek, Koznotdeath, LoveHateLove, Media Legal, Minas, Pangestumu, Rune, Setsu, Sockai, Vendy Methodos, Wimbo Praharso, Zarinka Soiko, Zent Prozent.

Kurator pameran Mikke Susanto dan Ignatia Nilu memaparkan bahwa Affandi tertulis dalam khazanah sejarah seni di Indonesia. Karya-karya, proses kreatif, prestasi, hingga sejarah hidupnya menjadi penanda zaman sepanjang 7 dekade. Penulis ternama Umar Khayam mengatakan bahwa Affandi adalah sosok yang waskita.

“Waskita”, mengutip kamus bahasa Indonesia, sepadan dengan “terang dan tajam”. Lebih tepatnya, sinergis antara penglihatan dan pikiran-pikirannya. Kewaskitaannya inilah yang menempatkan dirinya berada dalam punggung dan panggung utama sejarah seni rupa modern Indonesia.

Dalam pameran itu tersaji lebih dari 100an materi/judul arsip dari dekade 1940 hingga 2000an. Arsip-arsip milik Dicti art Laboratory dan Museum Affandi. Jenis arsip yang disajikan berupa kliping media massa, foto, katalog, buku, dan sejumlah materi lainnya. Dari keseluruhan materi diklasifikasikan dalam tujuh bagian/zona yang dipresentasikan dalam ruang pamer.

Mengapa tujuh? Angka tujuh (zonasi) tidak saja merujuk pada jumlah hari dalam seminggu. Angka tujuh menujuk pada pilar-pilar kearifan, begitu sebut Annamarie Schimmel dalam buku yang bertajuk "The Mystery of Numbers". Pilar-pilar itu berupa tujuh prinsip kreatif yang tersusun dari tiga unsur spiritual dan empat material. Selebihnya bisa merupakan manisfestasi tujuh not angka (irama), serta berbagai simbolisasi yang terkait dengan kehidupan manusia.

Sejumlah sembilan perupa kontemporer serta 22 pemural dan grafiti yang berasal dari wilayah Yogyakarta dan sekitarnya melakukan ekplorasi berbagai kisah, pikiran, dan karya Affandi yang disajikan dalam beragam medium. Dalam pameran tersaji karya lukisan, tekstil, patung instalasi, seni kaca, seni media baru, dan mural.

Harapan penting dari pameran selain sebagai sarana edukasi entertainment, atau ruang berselfie ria dengan karya dan tinggalan Affandi dan para perupa masa kini. juga menawarkan gagasan lebih lanjut untuk membuka jalan lebih luas tentang siapa Sang Waskita, Sang grand-maestro yang kita miliki. (Mikke/Nilu/Antok Wesman-Impessa.id)