Event

Dr H Haedar Nashir MSi, Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Ke-14 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr H Haedar Nashir MSi, Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Ke-14 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Dr H Haedar Nashir MSi, Dikukuhkan Sebagai Guru Besar Ke-14 Universitas Muhammadiyah Yogyakarta

Impessa.id, Yogyakarta : Indonesia dalam kurun waktu dasawarsa terakhir seakan berada dalam darurat radikal dan radikalisme yang dikhususkan pada terorisme menjadi isu dan agenda penanggulangan utama. Berangkat dari istilah itulah maka penting dikaji terutama dengan menggunakan perspektif sosiologi untuk menjelaskan isu radikalisasi di Indonesia secara mendalam.

Hal itu terungkap dalam pidato pengukuhan Ketua Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Dr H Haedar Nashir MSi sebagai Guru Besar, di Sportorium Kampus Terpadu UMY, Kamis (12/12/19). Haedar Nashir dikukuhkan sebagai Guru Besar UMY ke-14, setelah menyampaikan pidato berjudul “Moderasi Indonesia dan Keindonesiaan: Perspektif Sosiologi”. 

Sejumlah tokoh hadir dalam pengukuhan Haedar Nashir sebagai Guru Besar, diantaranya, mantan Wakil Presiden Jusuf Kalla, mantan Ketum PP Muhammadiyah Buya Syafii Maarif, Mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, Menko PMK Muhadjir Effendy, Menteri Agama Fachrul Razi, Ketum PAN sekaligus wakil Ketua MPR RI Zulkifli Hasan, Sekjen PDI Perjuangan Hasto Kristiyanto, Politikus PAN Hanafi Rais, Wagub DIY KGPAA Paku Alam X, dan Kapolda DIY Irjen Pol Ahmad Dofiri.

Menurut Haedar Nashir, isu radikalisme bukan persoalan sederhana dalam aspek apapun di berbagai negara, sehingga memerlukan pemahaman yang luas dan mendalam agar tidak salah dalam cara pandang dan cara menghadapinya. “Hal itu menjadi keliru manakala memaknai radikal dan radikalisme identik dengan kekerasan, lebih-lebih sama dengan terorisme, karena pada dasarnya sejarah menunjukkan, bahwa radikalisme terjadi di banyak aspek serta semua kelompok sosial,” ujar Haedar Nashir.

Indonesia setelah reformasi sesungguhnya mengalami radikalisasi dan terpapar radikalisme dalam kuasa ideologi pada sistem liberalisme dan kapitalisme baru, lebih dari sekedar radikalisme agama dalam kehidupan kebangsaan. Radikalisme ideologi, politik, ekonomi dan budaya sama bermasalahnya dengan radikalisme atau ekstremisme beragama bagi masa depan Indonesia.

“Indonesia harus mampu menyelesaikan masalah radikalisme dalam kehidupan politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan agar berjalan ke depan sesuai landasan, jiwa, pikiran, dan cita-cita nasional. Saya memberikan alternatif untuk melakukan moderasi sebagai jalan alternatif dari deradikalisasi agar sejalan dengan Pancasila sebagai ideologi tengah dan karakter bangsa Indonesia yang moderat untuk menjadi rujukan strategi dalam menghadapi radikalisme di Indonesia,” tegas Prof Haedar, yang juga menjadi dosen di FISIPOL UMY.

Moderasi Indonesia dan keindonesiaan itu dianggap sebagai cara objektif dalam seluruh aspek kehidupan kebangsaan seperti politik, ekonomi, budaya, dan keagamaan. Indonesia harus dibebaskan dari segala bentuk radikalisme baik dari tarikan ekstrem ke arah liberalisasi dan sekularisasi maupun ortodoksi. “Radikal tidak dapat dilawan dengan radikal. Seperti dalam strategi deradikalisasi versus radikalisasi serta deradikalisme versus radikalisme. Jika Indonesia ingin mengatasi radikalisme dalam berbagai aspek kehidupannya, termasuk dalam menghadapi radikalisme agama, gunakan moderasi sebagai jalan tengah menghadapi radikalisme di Indonesia,” tutup Haedar Nashir.

Sementara itu, mantan Wakil Presiden Indonesia Jusuf Kalla setuju dengan paparan yang disampaikan Haedar Nashir dalam pidato pengukuhan Guru Besar, bahwa radikalisme memang tantangan yang harus dihadapi di tengah masyarakat Indonesia saat ini. “Kita semua sepakat apa yang disampaikan Pak Haedar adalah hal yang sangat penting, karena ketika berbicara tentang isu yang sedang hangat di kalangan masyarakat tentang radikalisme. Radikalisme adalah pemikiran baru yang dianggap mereka genting, bisa diambil contoh reformasi juga suatu proses radikalisme, orde baru juga sama. Dengan pembahasan yang disampaikan itu, semoga membuat kita berpikir dan menerapkan moderasi sebagai jalan tengah menghadapi radikalisme. Saya ucapkan selamat kepada Pak Haedar atas pengukuhan Guru Besar ini,” tukas Jusuf Kalla. (Hbb/Antok Wesman-Impessa.id)