Roar Gama 4.0 Menjadi Saksi Gamelan Selalu Membuat Jamannya Sendiri
Impessa.id, Yogyakarta, 30 November 2019 – Rintik hujan disaat pembukaan Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0 (Roar Gama 4.0) Sabtu malam (30/11/19) tidak membuat penonton di Lapangan Grha Sabha Pramana Universitas Gadjah Mada beranjak dari tempatnya. Acara dimulai pukul 19:00 WIB dengan Tari Kangen dari Pulung Dance Studio dan selanjutnya gamelan menjadi penghubung diantara satu penampil dengan penampil lainnya, meski memiliki latar belakang dan jenis musik berbeda.
Sebelum masuk ke reportoar gamelan selama sekitar dua setengah jam dengan beragam penampil tersebut, disampaikan beberapa sambutan dari Dekan FISIPOL UGM Prof. Erwan Agus Purwanto, Dekan FIB UGM Dr. Wening Udasmoro, M.Hum, DEA, dan Menteri Sekretaris Negara RI, Dr. Drs. Pratikno, M.Soc.Sc.
Dalam sambutannya, MenSekneg Pratikno, mengharapkan event yang dihelat Fisipol dan FIB UGM dalam memperingati Lustrum ke-14 UGM dan Dies ke-64 Fisipol UGM disambut oleh daerah-daerah lain. “Karena ini di Yogyakarta, maka gamelan dijadikan anchor budaya, sehingga bernama Archipelago: Gamelan 4.0 – Roar Gama 4.0, maka kalau misalnya di Bandung, bisa jadi Archipelagiu: Angklung Roar Unpad atau Roar ITB,” ujarnya.
Sebelum Mantra Vutura naik panggung sebagai penampil perdana, dilakukan Awarding Lifetime Award dari Roar Gama 4.0 kepada Ki Trimanto, setelah mendapat gelar Empu Triwiguna dari Sri Sultan Hamengku Buwono X karena jasa-jasanya di bidang seni budaya.
Anugerah Lifetime Achievement Award kepada Empu Triwiguna, karena pengabdiannya yang tanpa henti terhadap gamelan. Sebagai empu pembuat gamelan, Empu Triwiguna memiliki idealisme tinggi, lebih memilih sama sekali tidak membuat gamelan, ketimbang menghasilkan perangkat gamelan yang berkualitas buruk. Selain gamelan, Empu Triwiguna membuat Bende Millenium yang dipasang di Taman Impian Jaya Ancol, juga Bedug Kyai Ijo yang ada di Masjid Agung Tasikmalaya. Lifetime Achievement Award diterima oleh putrinya, Elisabeth Elly Suryana Ati.
Mitra kreatif Roar Gama 4.0, Ishari Sahida yang akrab disapa Ari Wulu, menjelaskan bahwa penekanan acara tersebut lebih kepada cara anak-anak muda mengelola seni-budayanya, dengan mengundang lima kelompok musik yang lagu-lagunya digemari anak-anak muda, yaitu Mantra Vutura, Tashoora, Letto, FSTVLST, dan OM New Pallapa, serta Brodin sebagai pamungkas acara, seluruh penampilan mereka diperkaya dengan orkestrasi gamelan.
“Biasanya yang terjadi adalah band-band bermain diiringi orkestrasi barat, kali ini dibuat band-band tersebut membawakan karya mereka dengan diiringi orkestrasi gamelan.” jelas Ari Wulu.
Mantra Vutura digawangi anak-anak muda, musik mereka mencerminkan masa depan, impian, dan harapan. Adapun Tashoora dipilih karena musik-musiknya menawarkan kecemasan-kecemasan remaja dan anak muda dengan kritik-kritiknya. FSTVLST mewakili mereka yang muda, beringas, punya tekad, dan punya tujuan jelas. Letto, menggambarkan tahapan yang mapan, tentram, tenang, dan alus. Sementara OM New Pallapa bersama Brodin, diusung sebagai sarana mengajak semua bersama-sama merayakan kehidupan, setelah semua tahapan terlewati.
Merespon adanya kepedulian diantara anak-anak muda terhadap musik tradisional Indonesia, dalam hal ini gamelan dan dangdut, Ari Wulu, mengatakan, “Anak muda kali ini lebih menyadari peranan nusantara untuk dirinya”.
Di sela-sela penampilan band-band tesebut, diselipkan karya-karya komposisi gamelan khusus untuk Roar Gama 4.0 dari para komposer muda potensial masing-masing, Sudaryanto, Welly Hendratmoko MSn, dan Anon Suneko MSn. Cara Roar Gama 4.0 mengakomodasi musisi-musisi muda yang inovatif dan memberi ruang bagi mereka untuk berkarya.
Semua penampil diiringi tiga pangkon (tiga set) gamelan, terdiri dari dua set gamelan pentatonis, dan satu set gamelan diatonis. Layaknya susunan ansamble orkestra barat, berdasaran perkusi, alat musik gesek, tiup, dan sebagainya. Dengan gamelan disusun seperti itu, Roar Gama 4.0 mencoba menawarkan tawaran baru dalam penampilannya.
“Gamelan itu bukan hal yang dulu ada kemudian sekarang dilestarikan. Gamelan ada di setiap jaman, karena gamelan membuat jamannya sendiri. Roar Gama 4.0 adalah salah satu peristiwa dan bukti bagaimana gamelan sedang membuat jamannya sendiri,” pungkas Ari Wulu.
Di Roar Gama Exhibition, digelar pameran seni instalasi karya kolaborasi antara Venzha Christ, Yudianto Asmoro, dan Bayu Bawono, yang bermain dengan alam pikir, bunyi dan frekuensi, berjudul "DIY Radio Astronomi”, terletak di salah satu sudut Lapangan Grha Sabha Pramana, selama acara berlangsung.
Sehari sebelumnya (29/11/19), masih dalam rangkaian Roar Gama 4.0, bertempat di Gedung PKKH UGM digelar workshop “Srawung Sandhing Gamelan” oleh Gamelan Mahasiswa Sastra Jawa FIB UGM (Gamasutra) pada pukul 15:00 - 17:00 WIB. Workhsop tersebut terbuka untuk umum dan tidak dipungut biaya, para peserta selain diberi pelatihan cara bermain gamelan, juga diajari bagaimana unggah-ungguh ketika akan dan sedang bermain gamelan.
Seiring berakhirnya lagu terakhir dari OM New Pallapa bersama Brodin, gelaran Rhapsody of the Archipelago: Gamelan 4.0 (Roar Gama 4.0) resmi berakhir. Pihak Panitia berharap semoga sajian tersebut dapat memberi insipirasi dan pemahaman baru mengenai sejatinya gamelan yang berkelindan dengan ruang dan waktu, selalu membuat jamannya sendiri bagi setiap generasi. (Diendha F/Antok Wesman-Impessa.id)