Pameran Perupa Muda Biennale Jogja XV Di PKKH Bulaksumur UGM, 1-20 Agustus 2019.
Dari Batu, Air, dan Alam Pikir... untuk Udara dan Kehendak Bebas Manusia
Impessa.id, Yogyakarta : Pameran Perupa Muda Biennale Jogja XV – 2019, menampilkan karya-karya dari 16 seniman/kelompok seni terpilih, hasil dari proses penjaringan seniman partisipan Biennale Jogja Equator #5, khususnya yang berusia di bawah 35 tahun. Usaha penjaringan seniman muda tersebut penting, selain untuk merangkul dan memberi ruang bagi seniman muda juga sebagai cara untuk menjalankan salah satu fungsi perhelatan yakni usaha-usaha pendidikan seni.
Tim kurator Biennale Jogja Equator #5 melakukan pendampingan intensif kepada 16 seniman/kelompok seni terpilih dalam pameran. Karya mereka kemudian berkembang. Tidak jarang mereka menemukan ide dan bentuk baru yang berbeda dari yang semula mereka ajukan. Karya-karya yang terpilih juga direlasikan dengan narasi pinggiran; narasi yang menjalin Biennale Jogja Equator #5 Indonesia bersama Asia Tenggara. Secara umum, karya-karya yang hadir dalam pameran memiliki kecenderungan yang beragam, baik dari sisi bentuk maupun gagasan. Tak lepas dari latar belakang seniman/kelompok seni terpilih yang juga bermacam-macam.
Karya-karya dalam pameran menyoal isu-isu terkait sejarah, arsip, mitos, seni dan kebudayaan tradisional, lingkungan, medium karya, dan persoalan hidup kekinian. Salah satu karya, misalnya, berupa performans yang berangkat dari cerita Panji. Karya lainnya mengangkat tentang Pulung Gantung, kepercayaan masyarakat di Gunung Kidul. Ada pula karya yang menyinggung soal kesenian Ludruk yang berangkat dari observasi di Parangkusumo. Kisah tentang sebuah studio foto di Jember juga hadir dalam pameran. Dua karya lain yang juga menggunakan pendekatan arsip masing-masing berangkat dari naskah Jawa kuno dan Kitab Kuning.
Karya-karya yang menyoal isu lingkungan, berangkat dari riset artistik tentang Sungai Brantas dan tentang siklus daur ulang sampah. Ada pula karya yang merepresentasikan kaitan antara kondisi alam dan laku mengambil pasir untuk industri. Narasi sejarah hadir, dalam karya yang berangkat dari persoalan 1965. Sedangkan persoalan-persoalan hidup kekinian hadir dalam karya-karya yang menyinggung soal pusat perbelanjaan dan waktu istirahat, game online serta pariwisata. Karya-karya yang lebih menyoal tentang medium bisa dilihat dalam lukisan yang menyinggung soal mooi indie atau lewat dua buah karya instalasi (masing-masing Kayu Lapis dan Songket) yang secara medium terlanjur sering diasosiasikan dengan kerajinan.
'Dari Batu, Air, dan Alam Pikir… untuk Udara dan Kehendak Bebas Manusia' bisa diartikan sebagai ungkapan untuk merangkum narasi dan bentuk yang beragam dari pameran. Karya-karya dalam pameran akan melalui proses penjurian lagi. Lima karya terpilih selanjutnya akan dikembangkan dan diikutkan dalam pameran utama Biennale Jogja Equator #5 pada bulan Oktober 2019. Berproses selama kurang lebih dua bulan bersama 16 seniman/kelompok seni terpilih, memutuskan bahwa karya-karya dalam pameran adalah modal yang baik, masih banyak potensi yang bisa ditemukan dan dikembangkan dari tiap-tiap karya.
Daftar Seniman : Riski Januar, Barasub (Kelompok), Meliantha Muliawan, Rokateater (Kelompok), Eldhy Hendrawan, Marten Bayuaji, Fika Ria Santika, Noise Brut (Kelompok), Pendulum (Kelompok), TacTic (Kelompok), Yosep Arizal, Wisnu Ajitama, Agnes Christina, Kukuh Hermadi, Siam Candra Artista serta Studio Malya (Kelompok).
Pameran dibuka pada Kamis, 1 Agustus 2019, pukul 19.00 WIB dan berlangsung hingga 20 Agustus 2019, dengan jam buka: Senin sampai Sabtu, pukul 10.00 – 17.00 WIB, di Pusat Kebudayaan Koesnadi Hardjasoemantri –PKKH, Bulaksumur, Universitas Gadjah Mada Yogyakarta.(Kiki Pea/Antok Wesman).