Feature

Kolaborasi Cantik Penari Indonesia dan Jepang Dalam The Garden of The Sun Di Taman Budaya Yogyakarta

Kolaborasi Cantik Penari Indonesia dan Jepang Dalam The Garden of The Sun Di Taman Budaya Yogyakarta

Kolaborasi Cantik Penari Indonesia dan Jepang Dalam The Garden of The Sun Di Taman Budaya Yogyakarta

Impessa.id, Jogja : Dunia Internet memberi manfaat banyak dalam pembentukan chemistry diantara Bimo Dance Theatre Yogyakarta Indonesia dengan Dance Company Dinyos Kyoto Jepang, yang setelah sepuluh tahun lalu tampil bersama, maka kolaborasi tari itu terulang kembali pada Senin malam, 10 September 2018, pada pementasan The Garden of The Sun di Concert Hall Taman Budaya Yogyakarta, sebagai hasil kreasi bersama Bimo Wiwohatmo dengan Takashi Watanabe.

Kepada Impessa.id Bimo Wiwohatmo usai eforia menuturkan praktis hanya tiga hari latihan bersama kedua tim berhasil menyatukan dua ide tentang Matahari, yakni Dewa Surya dan Dewi Amaterasu, yang secara intens di-sharing via internet. “Kami bertemu hanya tiga hari jelang pentas, yang menarik adalah persiapannya, kami melakukan dialog lewat media sosial, mulai dari konsep pertunjukan, kostumnya hingga musik yang untuk mengiringi, itu semua kami diskusikan lewat internet, baik foto-foto maupun video gerakan tariannya serta musik yang diaransir termasuk interpretasi naskah dari kedua pihak, dalam hal ini melalui WhatsApp,” ungkap Bimo.

Pentas The Garden of The Sun, mengangkat hal yang sama diatara kedua bangsa yaitu Keperkasaan Matahari, di Indonesia ada Dewa Surya dan di Jepang ada Dewi Amaterasu, Sang Matahari Terbit. Pertemuan pertama Bimo Dance Theatre dengan Dance Company Dinyos terjadi saat perhelatan Yogya-Kyoto Sister Province di tahun 2005. Ketika itu Bimo Dance Theatre menyaksikan pementasan Dance Company Dinyos dan mengunjungi studionya yang berlanjut dengan kolaborasi tari di Yogyakarta pada Oktober 2008 diteruskan kolaborasi bersama pada November 2008 di Kyoto sehingga meluncurkan repertoar “Jiwa”.

Sepuluh tahun kemudian mereka berjanji bertemu untuk melakukan kolaborasi kembali yang diwujudkan dalam The Garden of The Sun tersebut. Dalam komentarnya Takashi Watanabe mengatakan bahwa pihaknya sangat bangga dapat bekerjasama kembali dengan Bimo yang memiliki kepribadian dan kompleksitas kuat untuk mempesona penonton. “Sepuluh tahun telah berlalu, sejak kami pertama bertemu dan benar-benar terlibat dalam menciptakan dunia imajinasi, fiksi dan ilusi, sehingga tari Jiwa lahir. Pada tahun 2018 ini, persahabatan kami masih berlanjut,” tuturnya haru.

Pemeran Utama Dewi Amaterasu Myu Enami tampil anggun mengenakan gaun Batik Motif Prada Ke-emasan kreasi disainer Nita Ashar, demikian halnya dengan seluruh penari yang lain, mengenakan Kain Motif Sibori hasil olahan Nita Ashar pula. Ketika ditemui Impessa.id, Nita Ashar menuturkan. “Di Jogja dan di Jepang terdapat budaya tekstil yang sama yakni Sibori, tetapi untuk pemeran utama memakai Batik Prada, warna emas, menyimpulkan Dewi Matahari sebagai sumber daya hidup,” jelas Nita Ashar. Myu Enami yang memerankan Dewi Amaterasu pun melalui Impessa.id menyatakan rasa bahagianya mengenakan gaun Batik Prada dan sanggul tinggi di kepalanya.

Pemain lengkap kolaborasi tari The Garden of The Sun, dari Dance Company Dinyos Kyoto dibawah pimpinan Takashi Watanabe, masing-masing, Myu Enami, Bella kai, Sachie, Mei, dan Reina. Sedangkan pemain Bimo Dance Theatre Yogyakarta dibawah pimpinan Bimo Wiwohatmo, masing-masing, Anter, Pulung, Putra Jalu, Anang, Eka Ltfi dan Hendy. Untuk penata Set oleh Shino Michi, Kostum oleh Nita Ashar, Penata Lampu oleh Soga Masaru, Penata Musik oleh Izumi Nagano dan Bagus Masazupa, serta Manajer Panggung oleh Iqbal Tuwasikal.

Menurut Bambang Paningrom selaku Direktur pementasan, sajian The Garden of The Sun belum berakhir, masih berlanjut di Kyoto Prefectural Center For Art & Culture, pada 22-23 November 2018. “Ada cerita menarik sehingga terjadinya kolaborasi tarian ini,  ketika pertemuan Sister Province antara Yogyakarta dan Kyoto, bersamaan dengan undangan Jamuan Makan Malam, ada pertunjukan tari di tempat lain, sehingga rombongan penari Jogja bingung harus memilih yang mana, akhirnya mereka bersepakat meninggalkan undangan Makan Malam dan memilih nonton pentas tari yang waktu itu disajikan oleh Dance Company Dinyos. Alhasil hubungan diantara kedua grup tari itu lestari hingga kini,” ungkap Bambang Paningron yang waktu itu turut hadir di Kyoto. (Tok)