Feature

Sewindu GRAMM HOTEL Dimeriahkan Pameran Lukisan DIALOG DELAPAN JIWA, 3 Juli Hingga 30 Agustus 2025

Sewindu GRAMM HOTEL Dimeriahkan Pameran Lukisan DIALOG DELAPAN JIWA, 3 Juli Hingga 30 Agustus 2025

Sewindu GRAMM HOTEL Dimeriahkan Pameran Lukisan DIALOG DELAPAN JIWA, 3 Juli Hingga 30 Agustus 2025

Impessa.id, Yogyakarta: Perayaan Sewindu GRAMM Hotel Yogyakarta dimeriahkan dengan pameran seni rupa bertajuk “Dialog Delapan Jiwa” menampilkan delapan perupa masing-masing, Astuti Kusumo, Dyan Anggraini, Erica Hestu Wahyuni, Kartika Affandi, Lully Tutus, Nana Tedja, Retno Aris, dan Tico Tedja., pada 3 Juli hingga 30 Agustus 2025.

Aris Retnowati, General Manager GRAMM Hotel by Ambarrukmo menuturkan, “Delapan tahun bukan sekadar soal waktu bagi GRAMM HOTEL Yogyakarta, lebih dari sebuah ruang inap, hotel ini hadir sebagai ruang hidup yang senantiasa merawat seni, budaya, dan gagasan. Sejak awal berdirinya, kami telah memposisikan diri sebagai ruang yang tidak hanya nyaman untuk bermalam, tetapi juga ruang yang mampu merangkul kreativitas dan menjadi rumah bagi berbagai ekspresi artistic”.

“Pameran seni rupa “Dialog Delapan Jiwa” menjadi bagian dari selebrasi delapan tahun perjalanan hotel sekaligus penghormatan terhadap dinamika seni rupa Yogyakarta yang tak pernah berhenti bergerak,” ungkap Retno Aris.

GM Retno Aris lebih lanjut mengatakan, “GRAMM HOTEL memaknai Lebaran Seni selain sebagai tren, juga sebagai bagian dari tanggung jawab sosial dan budaya hotel yang berakar di tengah kota Yogyakarta. Dengan menyelenggarakan pameran “Dialog Delapan Jiwa”, hotel ini berharap bisa memberikan kontribusi nyata dalam memperluas ruang apresiasi seni, sekaligus menjadi bagian dari denyut nadi perayaan kreativitas di kota ini”. Pameran ini lebih dari selebrasi usia, namun juga tentang merayakan pertemuan-pertemuan yang membentuk ruang ini menjadi lebih hidup, dengan harapan menjadi ruang temu, ruang hening, sekaligus ruang diskusi bagi siapa saja.

Dalam pada itu, Merlin Sukmawati selaku Marketing Communication GRAMM Hotel Yogyakarta melalui tulisan pengantar pameran menyebutkan bahwa pameran “Dialog Delapan Jiwa” tersebut menampilkan karya-karya lukis dari delapan perupa Yogyakarta yang telah dikenal luas di jagat seni rupa kontemporer Indonesia, bahkan internasional, mereka menghadirkan karya dengan gaya, tema, serta pendekatan artistik yang beragam, menjadi representasi kekayaan perspektif seni rupa Yogyakarta saat ini.

“Lewat karya-karya tersebut, para seniman mengajak pengunjung untuk menyelami narasi personal, refleksi sosial, hingga dialog batin yang dituturkan lewat bahasa visual, warna, garis, dan bentuk. Setiap lukisan memiliki cerita, setiap goresan menyimpan gagasan, dan setiap warna menyampaikan makna, membentuk sebuah dialog tak bersuara antara jiwa sang seniman dan para penikmatnya,” ujarnya.

Retno Aris melalui lukisannya berjudul “Bouquet” menghadirkan rangkaian bunga sebagai symbol ungkapan perasaan manusia pada momen-momen Istimewa dalam hidup. “Bunga-bunga dalam karya ini tidak sekadar elemen dekoratif, melainkan perlambang ketulusan, kehangatan, dan harapan baik yang menyertai setiap pemberian maupun penerimaannya. Melalui warna-warna cerah seperti kuning, oranye, dan emas, karya ini memancarkan energi positif, keakraban, dan sukacita. Tektur tebal pada bunga-bunga tertentu memberikan kesan hidup, seakan-akan buket itu baru saja diterima dalam sebuah perayaan. Meski waktu akan membuat bunga mengering, makna di balik pemberian tetap abadi,” ungkapnya kepada Impessa.id.

Saat ditemui Impessa.id, perupa Astuti Kusumo menjelaskan makna dari lukisannya yang berjudul “Blossom”. “Saya Senang bisa dan ingin berbagi pengalaman di seri “Blossom” masing-masing berjudul “Bloom Again” dan “Blosson and Greenlight”. Menjadi mekar, tumbuh atau layu melambangkan misteri, keindahan sekaligus ketidakpastian hidup. Setiap kelopak adalah moment yang membawa sesuatu yang baru, kelopak pertama menjadi dasar landasan dan menopang kelopak berikutnya. Hingga satu demi satu kelopak berjatuhan. Seperti awal akhir kehidupan,” tuturnya.

Lukisan Seri “Blossom” merefleksikan perjalanan hidup melalui simbol bunga. Mekar, tumbuh, dan layu menjadi metafora tentang misteri, keindahan, sekaligus ketidakpastian yang menyertai waktu. Setiap kelopak melambangkan momen penting dalam hidup. Kelopak pertama menjadi landasan, menopang hadirnya kelopak-kelopak berikutnya, hingga perlahan gugur satu per satu. Warna-warna yang dihadirkan merekam ragam perasaan: harapan, kekuatan, juga kerentanan. Karya ini mengajak kita untuk menerima tiap fase kehidupan, merayakan saat mekar, bertahan saat sulit, dan merelakan ketika waktunya tiba. Sebab di setiap akhir, selalu tersimpan awal yang baru.

Kartika Affandi, perupa senior, menampilkan lukisan berjudul “Peaceful Borobudur”, yang menafsirkan Borobudur sebagai simbol ketenangan spiritual di tengah lanskap alam yang hidup “Peaceful Borobudur” menghadirkan interpretasi personal atas keagungan Candi Borobudur sebagai simbol ketenangan dan kebijaksanaan spiritual. Melalui sapuan warna-warna ekspresif, “Karya ini menangkap momen keheningan abadi di tengah lanskap alam yang hidup dan penuh energi,” ungkap Kartika Affandi. Borobudur digambarkan megah dalam nuansa ungu keemasan, bersanding dengan langit yang bergerak dinamis antara semburat kuning matahari dan awan biru berputar. Bunga-bunga teratai di latar depan menjadi simbol ketulusan hati, kesucian, dan pencapaian spiritual, selaras dengan nilai filosofi Borobudur sebagai perjalanan menuju pencerahan.

Lully Tutus melalui lukisan berjudul “Pesan Dari Langit” menawarkan pesan damai dan harapan bagi generasi mendatang. Kepada Impessa.id dirinya menuturkan bahwa “Pesan Dari Langit” itu tentang kehangatan kasih semesta yang hadir di Tengah situasi dunia yang kerap dihantui konflik dan ketakutan. Sosok perempuan bersayap dalam balutan warna lembut hadir dari langit, memeluk sekelompok anak-anak dan keluarga kecil, simbol perlindungan, harapan, dan ketenangan. Visual deretan rumah di bawahnya dengan warna-warna hangat menjadi representasi kehidupan masyarakat, sementara tulisan “NO WAR” yang tertera di salah satu dinding rumah menjadi pesan moral yang tegas: tentang pentingnya damai di bumi, terutama untuk generasi yang akan datang.

Dyan Anggraini dalam “Kenya” menampilkan ketenangan batin seorang perempuan yang berdamai dengan diri dan kehidupannya. Erica Hestu Wahyuni memajang lukisan berjudul “Tobacco Harvest Tour” yang menghadirkan suasana desa penuh warna, merayakan kebersamaan dalam tradisi panen. Sedangkan Nana Tedja lewat “3 Birds” mengekspresikan kebebasan dan keragaman suara manusia dalam lanskap sosial. Sementara Tico Tedja lewat “Crown” menyindir ambisi manusia modern dalam mengejar status dan pengakuan tanpa peduli makna esensialnya.

Pameran terbuka untuk umum dan dapat dinikmati hingga 30 Agustus 2025 dan GRAMM HOTEL mengundang masyarakat, pecinta seni, hingga para tamu hotel untuk hadir dan merasakan atmosfer seni yang berpadu dengan nuansa modern Javanese hospitality di area publik hotel. Untuk informasi lebih lengkap mengenai event dan program terbaru, masyarakat dapat mengakses Instagram resmi @grammhotel atau melalui website www.grammhotel.com. (Feature of Impessa.id by Merlin Sukmawati-Antok Wesman)