BUTET KARTAREDJASA Gelar Pameran ELING SANGKAN PARANING DUMADI, Di LAV Gallery Yogyakarta, 22 Juni-22 Juli 2025
BUTET KARTAREDJASA Gelar Pameran ELING SANGKAN PARANING DUMADI, Di LAV Gallery Yogyakarta, 22 Juni-22 Juli 2025
Impessa.id, Yogyakarta: Dalam pameran tunggalnya berjudul “Eling Sangkan Paraning Dumadi” di LAV Gallery Jalan DI Panjaitan 66 Lapangan Minggiran Yogyakarta, 22 Juni hingga 22 Juli 2025, Seniman Butet Kartaredjasa menampilkan sosok pria berpostur tinggi mengenakan busana hitam lengkap dengan atribut tutup kepala khas Raja Jawa Mataraman, berhidung panjang, tatapannya menengadah sambil berkacak pinggang, diberi nama PINOKIO JAWA, atau Petruk.
Dalam Press Conference jelang pembukaan pada Minggu (22/6/2025), Butet menuturkan bahwa pameran tersebut merupakan episode lanjutan pamerannya berjudul “Melik Nggendong Lali” di Galeri Nasional Jakarta, 2024.
“Sebagai upaya untuk senantiasa mengingatkan pesan-pesan leluhur yang berakar pada kebudayaan Jawa dan tetap relevan sampai hari ini, bahkan ketamakan atau ambisi-ambisi yang kebablasan terhadap kekayaan dan kekuasaan berkecendurangan membuat orang lupa, dan pada saat itulah leluhur Jawa mengingatkan supaya orang selalu ingat awal mula keberadaannya, Eling Sangkan Paraning Dumadi,” jelas Butet.
Dalam pameran di LAV Gallery Yogyakarta, Butet melibatkan sebuah tim yakni Butet Kartaredjasa, Ong Hari Wahyu, Doni Maulistya, Aralee Niken, Monica Ghiotto, dan Suci Senanti, menghasilkan karya fotografi dan videografi patung PETRUK atau PINOKIO JAWA (tokoh pembohong), mengenakan busana Raja Jawa Mataram.
“Kekuatan seni kontemporer itu salah satunya berkekuatan memicu lahirnya tindakan atau inspirasi baru, tampil dalam narasi baru, simbol dan metafora baru, juga makna baru, maka jika patung Petruk atau Pinokio Jawa ini dihadirkan di berbagai situs Kerajaan Mataram atau tempat-tempat yang punya kandungan sejarah pertumbuhan negeri ini, kemudian direkam secara digital fotografi maupun videografi, maka kehadiran patung tersebut akan melahirkan narasi baru, membimbing tafsir-tafsir baru,” ujarnya.
“Apalagi patung itu dihadirkan dengan properti atau aksesoris tertentu, dipertemukan atau diinteraksikan dengan makhluk-makhluk lain, orang atau binatang, maka gambar-ganbar yang terekam hadir sebagai kepingan-kepingan peristiwa yang nantinya mengukuhkan tema utama pameran ini, bahwa orang harus senantiasa mengingat awal mula keberadaannya. Bahwa orang akan celaka dan tersungkur nasibnya ketika dia memaksakan diri hadir bukan sebagai dirinya. Dia lupa pada Sangkan Paraning Dumadi,” imbuh Butet lebih lanjut.
Dalam prolog buku pameran tunggal Butet Kartaredjasa “Eling Sangkan Paraning Dumadi”, forografer professional Oscar Matuloh, mengulas sosok berkacak pinggang Pinokio Jawa. “Butet tampaknya menyadur gestur penuh keangkuhan itu berdasar ilustrasi perdana yang dibuat kartunis Enrico Mazzanti (1850-1893) sebagai tafsir visual buku The Adventures of Pinocchio (1883) buah karya penulis, aktivis dan jurnalis Italia Carlo Collodi (1826-1890) yang mampu menyihir anak-anak sedunia, sehingga bukunya telah diterjemahkan kedalam 260 bahasa di seantero bumi,” sebutnya.
“Kisah dusta boneka kayu bernama Pinokio itu tetap relevan sebagai lambang kebohongan universal atas segenap figur elit dunia dalam politik global yang kebanyakan juga penuh intrik dan kebusukan,” tulisnya.
Dalam sambutan singkat jelang pembukaan pameran Mahfud MD, mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Indonesia dari tahun 2019 hingga 2024, terkait judul pameran “Eling Sangkan Paraning Dumadi”, beliau menekankan, “Memang orang itu kalau berkuasa terkadang keenakan, kebablasan, jadi lupa diri, lalu menimbun kekuatan agar kekusaannya langgeng, atau terwariskan kepada keluarganya sendiri. Padahal orang itu kalau sudah kebablasan pasti akan jatuh. Apalagi disaat berkuasa tindakannya sewenang-wenang, Adigang Adigung Adiguna, maka hidupnya senantasa cemas, takut dengan kerumunan orang, sehingga tidurnyapun tak nyenyak,” tutur Mahfud MD.
Pameran yang secara resmi dibuka oleh Ashadi Siregar, penulis novel popular yang kondang dengan novel “Cintaku Di Kampus Biru” (1975) menampilkan 32-an panel visual fotografi dan videografi berisi beragam adegan dari sang mantan raja, Pinokio Jawa, menyusuri tetirah hitung mundur, petualangan kerajaan dustanya ke Tanah Mataram yang sarat sejarah.
Ada foto di Gedung Agung, kemudian sang tokoh utama bersama kawan sepermainannya, seorang badut dan se-ekor anjing penggembala. Sang tokoh menceritakan dongeng dihadapan sahabat sepermainan membayangkan Ambisi, tampak dirinya bernafsu merebut kuasa, berdiri pongah didepan Kraton Ngayogyakarta Hadiningrat diseberang Alun-Alun Utara.
Adegan berikutnya, Raja Kayu itu berdiri tegak, sikapnya terkesan begitu congkak kepada Semesta, seraya menyinggung gunung, bahkan dengan berani menjabarkan niatnya Menantang Impian. Pinokio Jawa bersama teman sepermainannya berada di Panggung Krapyak dan akhirnya memasuki adegan karma dimana tubuh Pinokio Jawa itu terbelah dan dibuang ke Sungai Opak, sebagian potongan tubuhnya terdampar di tempat pembungan sampah dan sisanya hanyut terbawa arus deras sungai menuju Laut Selatan. (Feature of Impessa.id by Antok Wesman)