Pameran Tunggal OGGZGOY Di Gajah Gallery Yogyakarta, Berlangsung hingga 30 Desember 2024
Impessa.id, Yogyakarta: Gajah Gallery Menggelar AS IF, pameran tunggal OGGZGOY, akrab dikenal OGGZ, mulai 30 November hingga 30 Desember 2024 di Gajah Gallery Yogyakarta jalan Keloran No.6, Senggotan, Tirtonirmolo, Kasihan, Bantul. Pameran itu menampilkan karya-karya terbaru OGGZ, di mana praktik seni jalanannya yang khas berbaur dengan formalitas ruang seni institusional untuk menggali tema persepsi, identitas, dan nilai dalam seni kontemporer.
Natalie dari Gajah Gallery menuturkan, karya OGGZ telah menjadi pemandangan akrab di lanskap urban Yogyakarta. Figur setengah badan ikonisnya, dengan torso besar, mata melingkar minimalis, dan kaki-kaki kurus, menghiasi dinding-dinding kosong, pagar, dan atap-atap, mengklaim ruang-ruang ini sebagai kanvasnya. Dalam As If, figur-figur tersebut dihadirkan kembali dengan pigura bergaya klasik Old Master. Dengan menjajarkan energi mentah dan spontan seni jalanan dengan konvensi galeri yang tertata, OGGZ mengajak penonton untuk mempertanyakan bagaimana konteks memengaruhi nilai dan status sebuah karya seni.
Apakah sebuah karya seni menjadi lebih “bernilai” ketika ditempatkan di dalam ruang galeri yang terstruktur? Apakah pigura dengan gaya tradisional meningkatkan signifikansi budaya sebuah karya? Alih-alih memberikan jawaban didaktis, OGGZ dengan cerdas membongkar hierarki ini, menjadikan percakapan tentang seni lebih santai dan menarik.
Selain merekontekstualisasi karya-karyanya, As If menyuguhkan apropriasi yang OGGZ lakukan pada media-media populer. Mengambil inspirasi dari artikel olahraga, ulasan musik, dan bentuk komunikasi massa lainnya, OGGZ memasukkan dirinya ke dalam narasi-narasi tersebut dengan mengubah judul, gambar, dan, sesekali, isi artikel itu sendiri. Dalam karya Sundul Donk (2024), misalnya, ia membayangkan ulang artikel olahraga dengan menggantikan atlet profesional dengan figur antropomorfiknya, secara halus menyindir obsesi media terhadap prestasi heroik.
Adapun karya-karya ini melampaui dari sekadar parodi, melainkan menggali tema yang lebih dalam tentang ego, identitas, dan representasi di era yang didominasi oleh hiperrealitas dan budaya digital. Dengan menempatkan dirinya sebagai tokoh utama dalam narasi-narasi yang diubahnya, OGGZ mengkritik obsesi masyarakat terhadap pengakuan personal sembari meretas proses narasi budaya dibentuk dan dikonsumsi.
Pameran tersebut menjembatani jurang antara esensi pemberontakan seni jalanan dan lingkungan terkurasi galeri. Praktik artistik OGGZ yang transparan, menampilkan prototipe dan karya final, mengundang audiens untuk terlibat lebih dekat dengan perjalanan artistiknya, mengaburkan batas antara seni “tinggi” dan seni “populer”.
As If menempatkan OGGZ tidak hanya sebagai seniman tetapi juga sebagai narator, menawarkan dongeng satir namun tajam terhadap struktur dunia seni. Dengan menantang hierarki tradisional, pameran ini menekankan bahwa seni adalah bahasa universal yang dapat diakses oleh semua orang, bukan sekadar hak istimewa segelintir pihak yang memiliki otoritas untuk menetapkan nilai. (Natalie/Antok Wesman-Impessa.id)