ZAKIMUH Gelar Pameran Tunggal PARODI, Di Pendhapa Art Space Yogyakarta, 19 Juli Hingga 1 Agustus 2025
ZAKIMUH Gelar Pameran Tunggal PARODI, Di Pendhapa Art Space Yogyakarta, 19 Juli Hingga 1 Agustus 2025
Impessa.id, Yogyakarta: Perupa dari Trenggalek Jawa Timur, ZakiMuh (Muhammad Zakariya), sukses menggelar pameran tunggalnya di Pendhapa Art Space Yogyakarta, pada 19 Juli hingga 1 Agustus 2025.
Heri Kris, kurator pameran yang alumnus ISI Yogyakarta, dalam pengantar kuratorialnya menuturkan bahwa Parodi adalah sebuah tajuk dalam pameran tunggal Muhammad Zakariya (Zakimuh) di Pendhapa art space Yogyakarta pada bulan Juli-Agustus 2025. Zakimuh adalah pelukis lahir di Malang 17 Desember 1975 dan sekarang menetap di kota Trenggalek Jawa Timur. Pendidikan seni rupa dia dapatkan saat kuliah di IKIP Malang pada tahun 1974 hingga lulus sarjana. Selain melukis dia juga seorang guru di sebuah sekolah Menengah Kejuruan di kota Trenggalek.
“Saya mengenal Zaki (nama panggilannya) saat saya menjadi kurator di sebuah pameran yang bertema “Metamorfosa” di kota Magetan pada bulan desember tahun 2024. Sebuah pameran tahunan yang pesertanya berasal dari kota Magetan dan sekitarnya, dan seluruh panitianya berasal dari komunitas Magetiart Magetan. Pada event itulah saya melihat pertama kali karya lukisan Zakimuh yang unik dan kontemporer hasil kurasi saya pada event pameran tersebut,” ujar Heri Kris.
Menurut Heri Kris, lukisan Zaki banyak menampilkan figur-figur deformatif yang lucu dan unik dengan tema satire yang dikemas dalam sebuah parodi. Sebuah olok-olok, satire, cemooh, humor, ironi terkemas secara semiotik dalam karya lukisannya yang merefleksikan kejadian nyata ditengah masyarakat yang terkadang tragis dan tidak adil.
Dikatakan, Zaki adalah seniman sederhana dan cukup religius dalam beribadah, namun pemikirannya dalam memandang fenomena sosial, politik maupun budaya cukup kritis dan analitis, bahkan kepekaannya dalam merespon kondisi sosial tersebut dia ekspresikan ke dalam lukisan yang satire dan sedikit jenaka dengan berbagai tema. Karya Zaki hadir pada saat iklim seni rupa yang banyak bermunculan spirit “post human” atau pasca manusia dimana konsep yang merujuk pada kondisi atau keadaan dimana manusia telah melampaui batas-batas biologis dan fisiknya melalui teknologi seperti kecerdasan buatan.
Karya Zaki muncul diantara karya-karya kontemporer yang salah satunya adalah “pop surrealism” atau surrealisme populer yang sekarang menjadi mainstream di Indonesia. Bentuk, tema, warna telah banyak bergeser dari seni rupa pendahulunya, pada perupa kontemporer lima tahun terakhir ini. Ada deformasi juga stilasi dalam karya Zaki dimana dalam lukisannya terdapatbentuk-bentuk yang diolah dan dirubah dari bentuk aslinya dan beberapa menciptakan bentuk sendiri yang sudah tidak terlihat bentuk aslinya.
Lukisan Zaki yang berjudul “Sell everything buy everything” 120x140cm, akrilik pada kanvas, 2023. Parodi ambisi sifat kerakusan seseorang maupun kelompok yang memaksakan diri untuk selalu membelanjakan apa saja yang diinginkannya untuk dikonsumsi dan dinikmati menjadi sebuah kepuasan, dan juga menjual apa saja termasuk alam lingkungan yang seharusnya dapat dinikmati oleh generasi sekarang dan berikutnya. Biasanya tema tersebut menggambarkan sosok pejabat dan penguasa atas kebijakan yang salah dalam mengeksploitasi sumber daya alam secara serampangan dan berlebihan untuk keuntungan dirinya dan korporasi.
Dalam lukisan tersebut menggambarkan empat sosok yang sedang belanja menggunakan troli keranjang yang biasa digunakan di supermarket besar. Sosok imajiner yang paling depan kepalanya tertutup kardus sehingga nampak misteri identitasnya. Sedangkan yang tiga figur naik di atas troli mengikuti arah kemana si kepala kardus berjalan. Hal ini memparodikan seorang bawahan biasanya akan nurut pada sikap Keputusan pimpinan walaupun salah.
Karyanya yang berjudul “Pemenang menulis sejarah”120x140cm, akrilik pada kanvas, 2025. Lukisan dengan warna monochrome lebih ke abu-abuan dengan bentuk sosok imajiner yang dikelilingi oleh binatang-binatang deformatif. Sebuah sosok besar dengan posisi di tengah tersebut tersusun dari beberapa figur-figur di dalamnya yang nampak absurd dan surreal. Secara tekstual karya ini ingin menyinggung tentang sebuah politik kekuasaan bahwa setiap pemenang dalam peristiwa besar baik perang maupun kontestasi palitik biasanya pemenang memiliki team perumus sejarah dengan kebenaran sepihak. Tujuannya adalah pemutar balikan fakta atas sebuah kebenaran dalam peristiwa yang bertujuan untuk mendapat dukungan menuju langkah-langkah kedepan untuk kekuasaan yang lebih besar.
Karya Zaki yang berjudul “Perahu Harapan” 100x120cm, akrilik pada kanvas, 2023. Lukisan tersebut menggambarkan sebuah perahu yang sepertinya tidak mengapung di atas air namun terbang di langit diantara awan. Perahu tersebut dinaiki oleh beberapa sosok mirip burung disertai beberapa benda bawaan di dalam perahu. Lukisan lainnya berjudul “Senja terakhir sang pejuang” 80x100cm, akrilik pada kanvas, 2025. Lukisan tersebut nampak sesosok binatang imajiner mirip dengan robot tawon. Adegan persembahan terhadap sesosok yang dicintai yang terasa nampak jenaka dan unik.
Ada lagi karya Zaki yang unik dan jenaka dalam judul “ Refleksi hilang (me vs me)” 60x80cm, akrilik pada kanvas, 2025. Dua sosok yang nampak kecil yang berukuran hampir sama dan berjaket namun wajahnya abstrak tidak nampak hidung, mata maupun bibirnya. Sebuah lukisan yang menggambarkan abstraksi tentang diri dan hilangnya jati diri sacara fisik. Sebuah fantasi Zaki dalam mengimajinasikan diri sendiri jika sosok diri itu benar-benar hilang dan diganti dengan benda yang tak layak sebagai tubuh diri sendiri.
Karya Zaki yang berjudul “Apa yang harus” 80x100cm, akrilik pada kanvas, 2025 menggambarkan adegan tentang sosok yang mirip super hero Batman sedang makan dan kerokan (bahasa Jawa) oleh sosok robot dari belakang. Robot tersebut memakai baju yang bermotif batik mirip pakaian khas Jawa sebagai pakaian tradisional maupun pakaian resmi kenegaraan di Indonesia. Terasa jenaka, parodi dan lucu adegan dalam lukisan tersebut. Sebuah adegan yang tidak seharusnya terjadi, sebab super hero dalam mitologi modern dan film layar lebar selalu menjadi jawara dalam pertempuran. Beberapa semiotika yang dihadirkan dalam lukisan Zaki jika digabungkan akan membangun narasi satire yang merujuk pada keadaan dalam dunia sesungguhnya (nyata).
Karya yang berjudul “Symphony Samudera” 120x140cm, akrilik pada kanvas, 2024. Symphony atau simfoni adalah karya musik orkestra yang Panjang dan kompleks dan tidak sederhana. Dalam lukisan tersebut Zaki sepertinya ingin menunjukkan bahwa samudera di Indonesia sangatlah besar dan luas mirip dengan simfoni atau music orkestra. Di dalam samudera terdapat beragam kekayaan laut yang tak ternilai harganya. Dalam lukisan tersebut terdapat makhluk lucu dan unik sebagai penghuni samudera.
Ada karya Zaki yang imajiner dan surrealistik berjudul “Saat dunia berhenti” 80x100cm, akrilik pada kanvas, 2025. Sebuah imajinasi tentang dunia yang berhenti dan yang akan terjadi pada seluruh makhluk di dunia ini. Sungguh pemikiran yang surreal dan belum pernah terjadi pada realitas kehidupan nyata. Dalam karya yang cenderung berwarna monochrome kebiruan menampilkan beberapa sosok makhluk tanpa identitas dengan ekspresi yang nampak terkejut dan dengan tatapan kosong pada sebuah hal yang tidak jelas. Makhluk-makhluk tersebut lebih mirip sekelompok boneka mirip unggas sebagai ciri khas karakter lukisan Zaki. Ada sebuah drama yang tak nyata, seperti sedang mengalami adegan yang absurd di luar logika manusia, yang hanya ada pada dongeng mimpi yang tak pernah nyata.
Zaki menurut saya adalah sosok pribadi yang unik dengan pemikiran yang surrealistik. Banyak melakukan fantasi pada hal-hal yang diatas logika namun inspirasinya dari kejadian pada kehidupan nyata. Dibalik fantasi yang bernilai parodi, sebenarnya dia memiliki tujuan mulia untuk mengingatkan kita semua tentang etik dan moralitas dalam hubungan kehidupan manusia. (Feature of Impessa.id by Heri Kris-Antok Wesman)
